Sukses

75 Persen DPR Dukung Omnibus Law

PKS setuju transformasi struktural. Dan secara prinsip mendukung Omnibus Law.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah memiliki kekuatan dukungan di parlemen sebesar 75 persen untuk modal disahkannya RUU Omnibus Law. Sebanyak 75 persen dukungan ini merupakan kekuatan partai pendukung pemerintah.

"Yang lain sudah. Kan catatan juga pemerintah didukung 75 persen kursi di DPR dan 75 persen sudah sekarang yang belum 75 persen," ujar Airlangga di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/2/2020).

Karena itu, Ketua Umum Golkar itu melobi kekuatan politik di luar koalisi pemerintah. Kemarin, Golkar melakukan pertemuan di kantor DPP Golkar. Airlangga mengakui pertemuan tersebut sebagai upaya melobi PKS mendukung Omnibus Law.

"PKS setuju transformasi struktural. Dan secara prinsip mendukung Omnibus Law. Baik perpajakan maupun cipta kerja. karena perpajakan cipta kerja ini satu paket seluruh insentifnya ada di perpajakan dan strukturnya ada di cipta kerja," jelasnya.

Namun, Airlangga tidak dapat memastikan apakah 75 kekuatan di parlemen terkonsolidasi dengan baik agar memuluskan pengesahan Omnibus Law. Dia bilang, prosesnya nanti ada di DPR.

"Tidak ada satu undang-undang yang belum dibahas, sudah dijamin," pungkasnya.

Reporter: Ahda Bayhaqi

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Omnibus Law Koreksi Regulasi yang Tak Efisien

Sebelumnya, regulasi dan kelembagaan merupakan permasalahan yang paling mendasar dalam perkembangan ekonomi dalam negeri.

Dalam acara IDX Channel Economy Forum, Senin (24/02/2020), Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono menjelaskan beberapa hal yang menjadi kendala majunya perekonomian Indonesia, terutama masalah birokrasi dan kelembagaan.

"Pertama, birokrasi dianggap tidak efisien di dalam melayani masyarakat, terutama yang terkait dengan kemudahan izin usaha," ujarnya. 

Selanjutnya, Susiwijono menyebut daya saing yang masih relatif rendah juga memicu lambatnya perkembangan ekonomi dalam negeri.

"Daya saing kita masih relatif lebih rendah. Namun demikian kalau kita lihat presepsi iklim investasi, rating kita cukup bagus." kata dia.

"Salah satu substansi dari RUU Cipta Lapangan Kerja ini adalah untuk mendorong daya saing itu." imbuhnya.

Kemudian masalah kebutuhan kerja. Susiwijono menyebut ekonomi Indonesia saat ini sangat membutuhkan penciptaan lapangan pekerjaan baru.

"Dari jumlah angkatan kerja kita sebanyak 133 juta. Orang yang belum bekerja penuh, atau belum mendapat pekerjaan secara penuh itu sebanyak 45,8 juta." paparnya.