Sukses

Ketua Satgas Omnibus Law Rosan Roeslani: RUU Cipta Kerja untuk Kepentingan Bersama

Omnibus Law Cipta Kerja diharapkan dapat meningkatkan iklim investasi dan menambah lapangan kerja.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah menyerahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja ke Dewan Perwakilan rakyat (DPR) pada 12 Februari 2020. Bila disetujui, UU Omnibus Law Cipta Kerja diharapkan dapat meningkatkan iklim investasi dan menambah lapangan kerja.

Ketua Satuan Tugas (Satgas) Omnibus Law Rosan Roeslani menyebutkan, RUU Omnibus Law merupakan kepentingan bersama, dan bukan kepentingan pihak-pihak tertentu.

"Kepentingan jangan dibedakan antara ini kepentingan buruh ini kepentingan pengusaha. Kepentingan ini sama-sama kok, untuk sama-sama meningkatkan ekonomi kita semua," jelasnya kepada Liputan6.com di SCTV Tower, Jakarta, pada Jumat (28/02/2020).

Hal tersebut menanggapi respons buruh yang mempermasalahkan beberapa pasal dalam RUU. Buruh menyebutkan bahwa jika RUU tersebut disetujui maka kesejahteraan mereka akan semakin menurun.  

Menurut Roesan, hak-hak buruh tetap harus dihormati. Untuk itu, pihaknya terbuka dengan pendapat pihak-pihak terkait agar nantinya Omnibus Law ini dapat berjalan dengan baik.

"Kita tetap harus menghormati hak buruh dalam menyampaikan pendapat itu. Kita dengan teman-teman serikat buruh konsentrasi juga akan mulai duduk kok minggu depan untuk mencoba mencari apa solusi solusi terbaik," ujarnya.

Adapun poin yang menjadi tuntutan buruh, diantaranya terkait perubahan jam kerja, sistem kerja, kerja kontrak, outsourcing, upah minimum, dan pesangon. Buruh juga menyoroti aturan tenaga kerja asing, sistem kerja dari long life menjadi fleksibel, serta soal jaminan sosial.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Omnibus Law Koreksi Regulasi yang Tak Efisien

Sebelumnya, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono menjelaskan beberapa hal yang menjadi kendala majunya perekonomian Indonesia, terutama masalah birokrasi dan kelembagaan.

"Pertama, birokrasi dianggap tidak efisien di dalam melayani masyarakat, terutama yang terkait dengan kemudahan izin usaha," ujarnya. 

Selanjutnya, Susiwijono menyebut daya saing yang masih relatif rendah juga memicu lambatnya perkembangan ekonomi dalam negeri.

"Daya saing kita masih relatif lebih rendah. Namun demikian kalau kita lihat presepsi iklim investasi, rating kita cukup bagus." kata dia.

"Salah satu substansi dari RUU Cipta Lapangan Kerja ini adalah untuk mendorong daya saing itu." imbuhnya.

Kemudian masalah kebutuhan kerja. Susiwijono menyebut ekonomi Indonesia saat ini sangat membutuhkan penciptaan lapangan pekerjaan baru.

"Dari jumlah angkatan kerja kita sebanyak 133 juta. Orang yang belum bekerja penuh, atau belum mendapat pekerjaan secara penuh itu sebanyak 45,8 juta." paparnya.