Sukses

Pembayaran Polis Nasabah Jiwasraya Tunggu Keputusan Panja

Skema pembayaran polis nasabah Jiwasraya sudah dipersiapkan.

Liputan6.com, Jakarta - Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga menyatakan, skema pembayaran polis nasabah Jiwasraya sudah dipersiapkan.

Meski demikian, pihaknya tidak bisa langsung membayarkan polis tersebut karena masih harus disepakati penyelesaiannya dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Panitia Kerja (Panja) khusus yang menangani Jiwasraya.

"Jiwasraya kita sudah siapkan skema, uangnya. Tunggu keputusan Panja," ujar Arya, sebagaimana ditulis Selasa (03/03/2020).

Adapun, DPR sendiri masih mengalami masa reses hingga 22 Maret mendatang. Meskipun DPR menyetujui pembayaran, namun skemanya juga harus jelas.

"Pembayaran, kan mereka setuju dibayar. Tapi kalau skemanya nggak sesuai, enggak boleh," imbuh Arya.

Pembentukan holding asuransi sendiri dilakukan sebagai penyehatan Jiwasraya, meski tak membutuhkan keputusan DPR. Holding ini juga sedang dipersiapkan dalam waktu dekat. Holding ini nantinya bakal mengontrol investasi yang sehat di tubuh BUMN asuransi.

"Sub holding memang diperlukan, selama ini di asuransi banyak investasi yang salah. Seperti Jiwasraya kan karena investasi. Makanya kita bikin untuk mengontrol investasi yang sehat," ujar Arya.   

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Opsi Penyertaan Modal Dinilai Jadi Bukti Kasus Jiwasraya Berdampak Sistemik

Pengamat Ekonomi dari Institute For Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati menyayangkan sikap OJK yang menganggap kasus Jiwasraya tak berdampak sistemik di industri asuransi.

"Konsekuensi statment itu banyak. Jadi pejabat tidak bisa dengan mudah kasih statment seperti itu. Apalagi ini lembaga negara," ujar Enny kepada wartawan di Jakarta, Kamis, (27/2/2020).

Seperti yang diketahui, dalam menyelamatkan Jiwasraya pemerintah melalui Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati membuka kemungkinan untuk memberi suntikan penyertaan modal negara (PMN) kepada perusahaan asuransi jiwa tertua di Indonesia tersebut.

Yang mana, saat ini rencana pemberian PMN masih menunggu hasil final dari rapat skema penyelamatan yang dibahas antara Kementerian BUMN bersama Komisi VI DPR RI.

Enny berpandangan, jika memang kasus Jiwasraya tidak berdampak sistemik terhadap industri asuransi nasional, mestinya permasalahan gagal bayar Jiwasraya tidak menjadi perhatian serius pemerintah.

Dengan begitu, pemerintah dan jajaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pun tidak perlu mengeluarkan wacana PMN untuk Jiwasraya dan membentuk tiga panitia kerja (Panja).

"Tapi nyatanya beda, malahan rencananya kan mau ada bailout yang nilainya belasan triliun. Jadi buat apa kalau ternyata kerugiannya kecil, karena alasannya asetnya hanya 1 persen dari total aset industri asuransi," cetus Enny.

3 dari 3 halaman

Tingkatkan Koordinasi

Kementerian Keuangan dan BUMN diketahui sedang menyiapkan opsi pemberian PMN, meski cara ini merupakan opsi terakhir atas upaya penyelamatan Jiwasraya.

Enny menilai, dengan besarnya nilai PMN itu artinya persoalan gagal bayar Jiwasraya harus segera diselesaikan karena nyatanya memiliki dampak yang besar.

Untuk itu dibutuhkan koordinasi yang padu antara pemerintah dan regulator, bukan malah mengecilkan masalah seperti yang diutarakan jajaran otoritas.

"Kalau menurut kajian OJK ternyata dampaknya kecil, DPR tidak perlu dong buat Panja. Dan harusnya Jiwasraya bisa dong selesaikan kerugiannya cepat kepada nasabah tanpa berlarut-larut," tutur Enny.

Sebagai pengingat, terdapat 4 masalah utama yang menjadi faktor Jiwasraya mengalami gagal bayar terhadap hak nasabah.

Pertama, kesalahan pembentukkan harga (mispricing) di dalam penerbitan produk tradisional berskema garansi jangka panjang dengan bunga 14 persen net dan produk JS Savings Plan yang memiliki guaranteed return di antara 9-13 persen.

Kedua, lemahnya prinsip kehati-hatian dan pengawasan dalam berinvestasi di mana Jiwasraya banyak melakukan investasi-investasi pada high risk asset untuk mengejar high return.

Ketiga, adanya rekayasa laporan keuangan (window dressing) demi menutupi kondisi defisit ekuitas Jiwasraya yang sebenarnya, akibat kerugian atas investasi dan pelanggaran prinsip Good Corporate Governance (GCG). Yang aneh, rekayasa laporan keuangan ini berjalan selama bertahun-tahun tanpa disadari oleh pengawas meskipun tiap 3 bulan sekali perusahaan asuransi wajib melaporkannya.

Keempat, adanya tekanan likuiditas dari produk Savings Plan lantaran nasabah mulai menarik investasinya karena mulai menaruh curiga dengan imbal hasil yang dijanjikan.Â