Liputan6.com, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, memastikan seluruh pasokan obat-obatan di beberapa perusahaan BUMN aman hingga akhir tahun. Kepastian itu diperoleh setelah dirinya menggelar dapat dengan seluruh BUMN farmasi.
"Saya sudah pastikan kemarin rapat di BUMN farmasi stok kita sampai akhir tahun aman," kata dia seperti ditulis Kamis (5/3).
Erick mengaku awalnya sempat khawatir, mengingat seluruh pasokan kebutuhan bahan baku farmasi Indonesia masih bertumpu pada China. Adapun impor bahan baku ke China mencapai lebih dari 50 persen.
Advertisement
Baca Juga
"Kita tahu bahwa yang namanya stok obat bahan baku 60 persen dari China, 30 persen dari India. Namun (alhamdulillah) stok aman sampai akhir tahun," kata dia.
Erick ini berharap mewabahnya virus Corona asal China dapat segera pulih, sehingga produksi di Negara Tirai Bambu itu dapat berjalan normal dan tidak memberikan efek terhadap negara-negara lain, termasuk Indonesia.
"Kita berharap sebelum akhir tahun sudah membaik," ucap dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Gara-Gara Corona, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Bisa Turun ke 4,7 Persen
Ekonom Chatib Basri memaparkan bahaya dampak wabah virus Corona terhadap perekonomian Indonesia. Dia memprediksi pertumbuhan ekonomi negara bisa anjlok di bawah 5 persen hingga 4,7 persen akibat penyebarannya.
Sebagai langkah antisipasi, dia mengimbau pemerintah untuk bisa belajar dari data historis terkait penyebaran virus SARS yang terjadi pada 2003 silam.
"Jadi yang bisa dilakukan itu adalah melihat pola yang sama ketika terjadinya SARS. Karena kan kita enggak tahu Coronavirus ini pertama terjadi sampai kapan, seberapa jauh, itu kita enggak bisa tahu," ujar dia di Jakarta, Selasa (18/2/2020)}
"Yang kita bisa lakukan adalah (melihat) dari apa yang terjadi daripada kasus SARS, lalu ketika itu terjadi implikasinya pada Indonesia itu apa," dia menambahkan.
Sebagai perbandingan, mantan Menteri Keuangan ini menyebutkan pertumbuhan ekonomi China pada Kuartal I 2003 drop 2 persen dari 11 persen menjadi 9 persen saat virus SARS mewabah. Pelemahan tersebut dapat diperbaiki pada Kuartal II menjadi naik 10 persen. Sementara pertumbuhan ekonomi China pada Kuartal III-IV 2003 terpantau stabil.
"Jadi kalau lihat di dalam whole year, itu dampak dari penurunan pertumbuhan ekonomi China gara-gara SARS itu mungkin sekitar 1 persen dalam jangka pendek," kata dia.
Chatib memaparkan, berdasarkan sensitivitas perhitungan econometrics, 1 persen pertumbuhan ekonomi China itu berdampak sekitar 0,1-0,3 persen terhadap Indonesia.
"Jadi kalau China turunnya 1 persen, mungkin growth kita bisa turun di kisaran 0,1-0,3 persen. Jadi kalau angka kita terakhir kemarin 5 persen, jadi bisa di bawah 5 persen. Bisa jadi 4,7 sampai 4,9 persen kira-kira range-nya kalau polanya sama seperti SARS," tuturnya.
Advertisement
Virus Corona Berpotensi Gerus Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 0,3 Persen
Pemerintah Indonesia mulai memikirkan lebih serius soal dampak virus Corona terhadap perekonomian Indonesia. Sekretaris Kementerian Koordinator Perekonomian (Sesmenko) Susiwidjono menyatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia punya potensi tergerus antara 0,11 persen hingga 0,30 persen.
Hal tersebut didasarkan perhitungan pekan lalu, sehingga nanti besarannya bisa berubah sewaktu-waktu.
"Ke kita bisa kena dampaknya 0,11 persen hingga 0,30 persen. China sendiri bisa turun mungkin 1 persen hingga 2 persen," tutur Susiwidjono di Jakarta Pusat, Rabu (12/02/2020).
Namun, Susiwidjono tetap yakin pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai target 5,3 persen tahun ini. Alasannya, meskipun beberapa sektor terpukul cukup hebat, Indonesia masih bisa bertahan dengan memiliki langkah alternatif.
Misalnya saja dalam sektor pariwisata, Indonesia akan memaksimalkan potensi wisatawan domestik (wisdos). Meskipun demikian, tentu ada banyak tantangan, mengingat jumlah pergerakan wisdos tidak akan menutupi potensi kehilangan dari turis China.
Apalagi, turis China dikenal paling royal dalam membelanjakan uang mereka saat berlibur.
"Wisatawan China itu rata-rata spending USD 1.385, lebih besar dari wisatawan lainnya yang kira-kira USD 1.200," ujar Susi.
Dan karena pergerakan manusia dari China lumpuh, sektor penerbangan juga ikut merasakan pahitnya. Tercatat sebanyak reservasi 2,1 juta kursi pesawat dibatalkan.