Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama BUMN bidang agroindustri dan farmasi Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Eko Taufik Wibowo menyatakan perusahaan akan mengajukan impor gula sebanyak 250 ribu ton.
Adapun, pengajuan impor gula ini dilakukan untuk mempersiapkan stok jelang puasa dan lebaran 2020.
"Kita ajukan impor sekitar 250 ribu ton. Di pasaran itu bukan nggak ada ya, tapi memang agak langka," ujar Eko di Kementerian BUMN, Jumat (06/03/2020).
Advertisement
Lebih lanjut, pihaknya masih menunggu izin dari pemerintah lewat rapat koordinasi terbatas. Setelah direstui, nantinya izin akan dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan.
Baca Juga
Diharapkan, impor gula tersebut bisa masuk ke Indonesia di awal April 2020 untuk mengantisipasi gejolak harga.
"Karena ini persiapan lebaran ya, perlu konsolidasi untuk remaping kebutuhan gula. Biasanya puasa juga ada gejolak permintaan tinggi, makanya kita antisipasi," kata Eko.
Eko juga menanggapi kemungkinan gula diimpor dari India karena ada kepentingan antar negara.
"Ini saya dengar dari India, karena ada kepentingan pertukaran. Kita juga bergantung di sawit dan lain-lain. Kualitas gula India tidak ada masalah," kata Eko.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bulog Usul Impor 200 Ribu Ton Gula Sebelum Lebaran 2020
Perum Bulog telah mengusulkan untuk membuka keran impor gula sebesar 200 ribu ton. Usulan itu diberikan guna memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri hingga masa Lebaran Idul Fitri 2020.
"Ya panen kan setelah lebaran, panen tebu. Jadi kami mengusulkan untuk mendapat penugasan importasi gula 200 ribu ton. Itu gula konsumsi, bukan raw sugar," ujar Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Tri Wahyudi di Kantor Perum Bulog, Jakarta, Rabu (19/2/2020).
Tri menyampaikan, usulan tersebut telah diberikan kepada pemerintah dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada Senin, 17 Februari 2020 lalu.
Menurutnya, impor diperlukan guna memperkuat cadangan gula dalam negeri demi keperluan stabilisasi harga jelas bulan Ramadan. Volume impor 200 ribu ton dihitung berdasarkan kebutuhan dalam negeri untuk memenuhi permintaan jelang lebaran.
"Artjnya gini, banyak pihak yang minta kalau Bulog harus punya stok. Kita sampaikan itu ke rakor bahwa kami butuh untuk stabilisasi harga," jelas dia.
Dia pun meminta agar realisasi impor gula dapat terlaksana pada bulan ini. Langkah tersebut diupayakan ahar pasokan impor tak menganggu harga gula dalam negeri yang akan dipanen saat pertengahan tahun nanti.
"Ya sebulan harus masuk. Kan yang jadi persoalan menjelang lebaran itu. April atau Mei, jadi harus masuk, harus segera diputuskan," tegas Tri.
Advertisement
Impor di Atas Kebutuhan Bikin Harga Gula Petani Ambruk
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakin pabrik yang beroperasi di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) mampu memproduksi gula berkualitas dalam kapasitas besar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi Kementerian BUMN Wahyu Kuncoro mengatakan, saat ini pabrik gula di PTPN terus menggenjot jumlah produksi agar mampu mencatatkan harga jual yang baik di pasaran.
Pabrik gula BUMN mampu melakukan pengolahan gula mentah atau raw sugar menjadi gula kristal putih. Wahyu mengatakan, beberapa pabrik gula yang kapasitas gilingnya besar sangat siap untuk mengolah raw sugar.
"Kemampuan pabrik-pabrik ini sudah dilakukan perhitungan oleh lembaga yang independen tentang kemampuan pabrik-pabrik tersebut," ujar Wahyu dikutip dari keterangan tertulis, Senin (29/7/2019).
Kemampuan produksi pabrik-pabrik menjadi perhatian utama. Itu karena berkaca dari tahun lalu, harga gula petani sangatlah rendah. Menurut dia, harga lelang terbentuk jauh di bawah HPP yang diusulkan atau diharapkan petani.
Wahyu menjelaskan, saat itu pemerintah mengambil kebijakan, semua gula petani dibeli oleh Bulog dengang harga yg disepakati sebesar Rp 9.700 net. Namun, karena petani harus menerima harga tersebut dengan nominal bersih, maka Bulog harus membeli Rp 10.000 per kg yang sudah termasuk pajak.
Maka dari itulah, agar hal serupa tak terjadi tahun ini, pemerintah menyarankan agar tahun giling 2019 menggunakan sistem beli tebu petani.
"Artinya, kata dia, tidak ada lagi sistem bagi hasil gula. Ini bertujuan untuk menghilangkan dikotomi adanya gula milik petani dan gula milik pabrik," ujar dia.