Liputan6.com, Jakarta Kendaraan berlebih muatan (Over Dimension Over Loading/ODOL) mulai Senin (9/3/2020), telah dilarang melintas di sepanjang Jalan Tol Tanjung Priok hingga Bandung. Selain truk obesitas, aturan ini juga akan dikenakan pada kapal penyeberangan yang kerap membawa truk dengan muatan besar.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Budi Setiyadi mengatakan, pembatasan tersebut akan diterapkan pada dua jalur penyeberangan yakni Merak-Bakauheni dan Ketapang-Gilimanuk per 1 Mei 2020.
Advertisement
Baca Juga
"Di pelabuhan penyeberangan (aturan ODOL) akan kita berlakukan 1 Mei 2020. Kendaraan ODOL tidak lagi boleh nyebrang, baik ke Jawa-Sumatera atau Jawa-Bali dan sebaliknya," ujar Budi di Jakarta, Senin (9/3/2020).
Budi melanjutkan, kebijakan tersebut terpaksa diberlakukan lantaran pemerintah kerap mendapat laporan dari asosiasi kapal penyeberangan soal truk ODOL yang membuat pengusaha rugi. Berdasarkan laporan itu, truk obesitas jadi penyebab kerusakan beberapa fasilitas kapal.
"Kenapa sampai pelabuhan penyeberangan? Jadi sudah cukup banyak pelaku yang komplain terkait kendaraan ODOL sebagai kerusakan mobile bridge dan ketidakseimbangan di kapal," tuturnya.
Oleh karenanya, ia menilai keberadaan kendaraan besar berlebih muatan di atas kapal akan sangat berpotensi pada kecelakaan dan mengancam nyawa penumpang.
"Lalu ada potensi terjadi kecelakaan. Jadi itu ancam keselamatan penumpang kapal," pungkas Budi.
Â
Â
Tonton Video Ini
Akibat Truk Obesitas, Pengelola Tol Rugi Rp 1 Triliun per Tahun
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Danang Parikesit, menilai keberadaan kendaraan truk obesitas atau Over Dimension Over Loading (ODOL) di jalan tol dapat merugikan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) hingga Rp 1 Triliun per tahun.
Menurut perhitungannya, tiap BUJT biasanya mendapat keuntungan sekitar Rp 12 triliun. Dengan begitu, kehadiran truk obesitas di jalan tol dapat memotong pendapatan 1 bulan laba pada tiap perseroan.
Baca Juga
"Jadi kalau kita liat angka konservatif, itu (kerugian) pasti sekitar Rp 1 triliun setiap tahun. Padahal kita tahu data tahun lalu itu pendapatan tol Rp 12-13 triliun. Kalau kerugian ODOL sekitar Rp 1 triliun, artinya 1 bulan enggak dapat pendpatan. Bagi investasi cukup signifikan," jelasnya di Jakarta, Senin (9/3/2020).
Kerugian tersebut diderita lantaran BUJT harus sering melakukan perbaikan jalan akibat kerusakan yang disebabkan truk berlebih muatan. Di sisi lain, hal tersebut turut merugikan pengguna jalan tol, khususnya kendaraan golongan I yang harus membayar tarif lebih mahal.
"Kan tadinya mustinya pemeliharaan setiap 5 tahun. Kemudian sekarang jadi 3 tahun. Kemudian yang 2 tahun jd setiap tahun. Itu belanja pemeliharaan secara dini akan menjadi penghitungan kerugian sebenernya," ucap dia.
Â
Â
Advertisement