Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan mencermati putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan gugatan pembatalan kenaikan iuran BPJS kesehatan oleh Ketua Umum Komunitas Pasien cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir. Menteri Keuangan Sri Mulyani akan melihat dampak terhadap keuangan BPJS Kesehatan.
"Ya ini kan keputusan yang memang harus lihat lagi implikasinya kepada BPJS Kesehatan. Kalau dia secara keuangan akan terpengaruh ya nanti kita lihat bagaimana BPJS Kesehatan akan bisa sustain," kata Sri Mulyani di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (9/3/2020).
Advertisement
Baca Juga
Dia menjelaskan nantinya akan lihat dari sisi pemberian jasa kesehatan kepada masyarakat luas. Tetapi dia tidak menepis bahwa secara keuangan BPJS Kesehatan merugi. Walaupun pemerintah, kata dia sudah menyuntikan dana Rp 15 triliun tetap negatif.
"Kondisi keuangan BPJS Kesehatan sampai Desember, meskipun saya sudah tambahkan Rp 15 triliun dia masih negatif, hampir sekitar Rp 13 triliun. Jadi kalau sekarang dengan hal ini, adalah suatu realita yang harus kita lihat. Kita nanti kita review," ungkap Sri Mulyani.Â
Reporter: Intan Umbari Prihatin
Sumber: Merdeka.com
Â
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJSKesehatan
Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan pembatalan kenaikan iuran BPJS kesehatan yang diajukan oleh Ketua Umum Komunitas Pasien cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir, yang diajukan pada 2 Januari 2020.
"Kabul permohonan hukum sebagian," tulis MA dalam putusannya, yang dikutip Liputan6.com, Senin (9/3/2020)
Juru bicara MA, hakim agung Andi Samsan Nganro mempertegas, perkara itu sudah diputus di MA.
"Perkara Nomor 7 P/HUM/2020 perkara Hak Uji Materiil. Kamis 27 Pebruari 2020 sudah diputus," ujar Andi Samsan.
Sidang putusan pengabulan tersebut dilakukan oleh hakim Yoesran, Yodi Martono dan Supandi pada 27 Februari 2020.
Mahkamah Agung mengabulkan sebagian gugatan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam pertimbangan MA, pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres nomor 75, bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi yakni Pasal 23, Pasal 28 H Jo. Pasal 34 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Dan Pasal 2, Pasal 4, Pasal 17 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Selain itu, bertentangan pula dengan Pasal 2, 3, dan 4 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial. Terakhir, bertentangan dengan Pasal 4 Jo Pasal 5, dan Pasal 171 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
"Menyatakan bahwa Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," tulis putusan MA.
Advertisement