Sukses

Kementerian ESDM Akui Regulasi Reklamasi Tambang Belum Optimal

Regulasi yang berlaku saat ini belum mengatur tentang luasan lubang bekas tambang (void) yang dimungkinkan sebagai rona akhir.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal (Ditjen) Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono mengungkapkan belum adanya aturan terkait rasio keseimbangan antara bukaan lahan dan kemajuan reklamasi.

"Dalam pelaksanaan reklamasi yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan, Pemegang IUP dan IUPK harus memperhatikan keseimbangan antara lahan yang akan dibuka dan lahan yang sudah direklamasi," ujar Bambang di Jakarta pada Kamis (12/02/2020).

Menurut data dari Direktorat Teknik dan Lingkungan Minerba per 31 Desember 2019, realisasi reklamasi mencapai 7.626 ha, dengan rincian seluas 1.080 ha melalui IUP Gubernur dan seluas 6.545 ha melalui KK/PKP2B/IUP Menteri.

Sementara itu, terkait pengelolaan lubang bekas tambang (void), Bambang mengatakan regulasi yang berlaku saat ini belum mengatur tentang luasan lubang bekas tambang (void) yang dimungkinkan sebagai rona akhir.

"Melakukan pengelolaan lubang bekas tambang (void) akhir dengan maksimal luasan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,"

"Konsep pertambangan itu kan melebar gitu kan tetapi prinsip yang pertama adalah bahwa kita akan memperbaiki kekurangan-kekurangan pelaksana reklamasi itu," imbuhnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Akademisi Usul Ibu Kota Baru Dibangun di Lahan Bekas Tambang

Dosen Universitas Mulawarman Paulus Matius mengusulkan pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur dilakukan di lahan bekas tambang. Hal tersebut agar keberlangsungan alam tetap terjaga.

"Hutan-hutan yang masih baik sebaiknya dialokasikan untuk hutan dan tidak dibuka. Jadi yang dijadikan perkotaan atau bangunan itu daerah yang sudah gundul seperti bekas tambang," ujarnya di Kantor Bappenas, Jakarta, Selasa (11/2).

Paulus mengatakan, Kalimantan Timur memiliki 15.000 sampai 20.000 jenis tumbuhan di mana 4.000 di antaranya pohon-pohonan. Dari 4.000 tersebut, sekitar 1.333 merupakan jenis endemik.

"Artinya 1.333 hanya ada di Kalimantan tidak ada di wilayah lain pun di dunia. Kemudian, satwa liar ada ratusan jenis satwa liar. Dan menurut penelitian teman teman saya, 80 persen satwa liar di Kalimantan Timur berada di wilayah IKN," jelasnya.

Dia juga menyarankan, pemerintah melakukan inventarisir terhadap hutan-hutan yang akan terdampak oleh pembangunan ibu kota baru. Selain itu, pemerintah juga diharapkan melibatkan masyarakat lokal saat merancang pembangunan ibu kota.

"Saran saya pertama, sebelum dilakukan pembangunan inventarisir dulu hutan-hutan yang ada. Baik yang hutan, baik maupun hutan sekunder juga kawasan-kawasan yang sudah gundul. Juga inventarisir jenis keanekaragaman hayati yang ada disitu," jelasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com