Sukses

Agar Tak Terulang, Pemerintah Harus Belajar dari Kasus Jiwasraya

Kasus jiwasraya seharusnya tidak terjadi apabila ada lembaga penjamin polis.

Liputan6.com, Jakarta - Kasus gagal bayar yang menimpa PT Asuransi Jiwasraya hingga kini masih belum juga menemui titik purna. Adapun nilai kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp 16,8 trilliun.

Pengamat Pasar Modal Budi Frensidy menilai kasus yang menimpa Jiwasraya ini merupakan bentuk dari manajemen yang buruk (missmanagement).

“Kasus Jiwasraya adalah masalah missmanagement,” ujarnya di Jakarta, Jumat (13/3/2020).

Budi mengatakan bahwa kasus ini tentu menjadi nestapa bagi para konsumen yang berinvestasi di Perusahaan asuransi pelat merah tersebut.

“Para pemegang polis dan pembeli produk lainnya (yang jadi korban sebenarnya),” katanya.

Fredy pun menganjurkan agar pemerintah perlu belajar dari kasus ini agar tidak terulang pada BUMN lainnya di masa mendatang.

“Pengawasan harus lebih ketat, penegakan aturan-aturan corporate governance dan sanksi yang tegas untuk para pengelola dana institusi dan dana publik terutama BUMN,” katanya.

Sementara ekonom senior Faisal Basri mengatakan kasus ini seharusnya tidak terjadi apabila ada lembaga penjamin polis. Padahal, pembentukan lembaga penjamin polis pun sudah diamanatkan oleh UU Asuransi.

Faisal menilai selama ini negara terlalu memandang sebelah mata risiko produk polis asuransi.

"Waktu merebak Jiwasraya saya sampaikan concern. Waktu itu ada yang bicara kewajiban negara yang abai UU tentang polis. Kemenkeu juga cuek. Abai karena memandang polis asuransi kecil," kata Faisal.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Terus Bertambah, Kerugian Negara Akibat Kasus Jiwasraya Rp 16,8 Triliun

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) membeberkan hasil audit perhitungan kerugian negara akibat kasus dugaan korupsi Jiwasraya. Nilainya hingga saat ini mencapai Rp 16,8 triliun.

"Alhamdulillah hari ini rampung sepenuhnya, sehingga perhitungan kerugian negara baru saja telah kami sampaikan dan kami harapkan konstruksinya sudah lengkap sehingga tahapan penegakan hukum dapat dilanjutkan oleh Kejagung," tutur Ketua BPK Agung Firman Sampurna di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta Selatan, Senin (9/3/2020).

Menurut Agung, pihaknya menggunakan metode total loss untuk menghitung kerugian negara. Di mana seluruh saham yang diduga dibeli secara melawan hukum, dianggap berdampak.

"Dan nilai kerugian negaranya sebesar Rp 16,81 triliun, terdiri dari kerugian negara investasi saham Rp 4,65 triliun dan akibat investasi reksa dana Rp 12,16 triliun," jelas Agung.

Jaksa Agung ST Burhanuddin menambahkan, pihaknya akan turut mengejar setiap kerugian negara yang disebabkan oleh kasus Jiwasreya.

"Kita menyita Rp 13,1 triliun, kerugian 16,9 triliun, pasti sampai kapan pun kalau tersangka masih punya hartanya, bahkan sampai putus pun kami bisa mengejar aset-aset itu. Jadi bukan hanya sekarang saja aset-aset itu," kata Burhanuddin.