Liputan6.com, Jakarta - Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah menilai paket stimulus jilid II dikeluarkan pemerintah dalam upaya menangkal dampak virus corona ke ekonomi Indonesia tidak tepat.
Sebab terpenting saat ini adalah bagaimana pemerintah mengatasi penyebaran dari virus asal China itu.
"Saya mengkhawatirkan stimulus fiskal yg diberikan pemerintah tdk tepat waktu. Saat ini yang kita butuhkan utamanya bukan stimulus untuk membangkitkan ekonomi karena tidak akan efektif selama virus corona masih menghantui," jelas dia saat dihubungi Merdeka.com, Sabtu (14/3).
Advertisement
Piter menyayangkan, anggaran dikeluarkan pemerintah hanya untuk memberikan stimulus kepada pelaku-pelaku usaha yant tengah tertekan akibat adanya virus corona. Menurutnya, anggaran tersebut lebih tepat digunakan untuk membangun fasilitas pelayanan kesehatan.
"Dana stimulus lebih diarahkan misalnya untuk membangun fasilitas pelayanan kesehatan sehingga bisa mentracing, menggawasi, mengisolasi hingga menyembuhkan yang sakit dan mengurangi sekecil-kecilnya peluang penyebaran virus," jelas Piter.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Stimulus Ekonomi Jilid II
Seperti diketahui, situasi pandemik covid-19 yang mengglobal, membuat pemerintah merespons dengan memberi stimulus kebijakan fiskal jilid II untuk memitigasi dampak negatif virus corona pada ekonomi.
Salah satunya dengan memberikan relaksasi pajak penghasilan (PPh) pasal 21, 22, 25 dan restistusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dipercepat.
Relaksasi pertama adalah pemerintah menanggung Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 untuk seluruh karyawan industri manufaktur pengolahan yang penghasilannya mencapai sampai dengan Rp200 juta pertahun baik industri yang berlokasi di Kawasan Industri Tujuan Ekspor (KITE) maupun non KITE. Pemerintah menanggung PPh pasal 21 ini selama 6 bulan, mulai bulan April hingga September 2020.
Kedua, relaksasi PPh pasal 22 Impor untuk 19 industri manufaktur yang diberikan selama 6 bulan dari bulan April-September 2020 baik untuk industri manufaktur di wilayah KITE maupun non KITE.
Ketiga, pemerintah memberi penundaan PPh Pasal 25 untuk korporasi baik yang berlokasi di KITE maupun non KITE selama 6 bulan mulai April hingga September.
Keempat, pemerintah membuat restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) dipercepat bahkan tanpa audit awal. Namun, jika terdapat suatu hal yang perlu diperiksa, maka akan diperiksa lebih lanjut. Pemerintah akan memberikan fasilitas ini selama 6 bulan dari April hingga September 2020.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement