Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor Indonesia pada Februari 2020 mengalami kenaikan sebesar 2,24 persen dibanding bulan sebelumnya Januari 2020. Ekspor Februari tercatat sebesar USD 13,94 miliar sedangkan pada bulan sebelumnya ekspor sebesar USD 13,41 miliar.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa, Yunita Rusanti, mengungkapkan salah satu peningkatan terbesar ekspor nonmigas Februari 2020 terjadi pada golongan barang logam mulia dan perhiasan.
Advertisement
Baca Juga
Tercatat posisi ekspor pada sektor ini mencapai USD 861,4 juta atau naik 44,17 persen dari posisi Januari 2020 sebesar USD 597,5 juta.
"Kenaikan ekspor yang cukup dominan memang ini yang Singapura secara mtm itu yang logam mulia perhiasan. Ini cukup signifikan ke Singapura," kata dia dalam konferensi pers di Kantornya, Jakarta, Senin (16/3).
Jika dilihat dari ekspor negara asal tujuan, peningkatan ekspor nonmigas Februari 2020 terjadi ke sebagian negada tujuan utama. Yaitu Singapura sebesar USD 281,5 juta atau naik 36,7 persen.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kementerian Kelautan dan Perikanan melepas ekspor 8,9 ribu ton hasil perikanan senilai Rp 588 miliar ke sejumlah negara. Pelepasan ekspor tersebut dilakukan serentak di lima kota dengan melibatkan 147 perusahaan.
Negara Tujuan Ekspor
Sementara itu, peningkatan ekspor juga terjadi ke negara tujuan asal lainnya seperti Malaysia, Thailand, dan Italia yang masing-masing senilai ISD 89,7 juta, USD 20,5 juta dan USD 15 juta.
"Untuk ke negara lain Malaysia, Singapura dan Swiss memang naik, tapi cukup signifikan logam mulia perhiasan dan permata ke Singapura," kata dia.
Yunita menambahkan, beberapa kelompok barang yang ikut naik selain logam mulia dam perhiasan yakni bahan bakar mineral. Di mana komponen ini naik 3,55 persen atau setara dengan nilai USD 1,8 miliar.
Kemudian kenaikan ekspor juga diikuti oleh kelompok barang lemak dan minyak nabati hewan senilai USD 1,6 miliar pada Februari 2020. Angka ini naik sebesar 8,57 persen dari posisi bulan Januari 2020 yang hanya USD 1,5 miliar.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Â
Advertisement