Sukses

Corona Makin Mewabah, Perlukah Jakarta Lockdown?

Opsi lockdown langsung terbesit di benak semua pihak, mengingat negara-negara yang juga terpapar Corona seperti Spanyol dan Italia sudah menerapkan hal ini.

Liputan6.com, Jakarta - Berbagai sektor ekonomi tergerus ketidakpastian global beberapa waktu belakangan. Mewabahnya pandemi Covid-19 atau virus Corona memperparah keadaan. Pemerintah pun gelimpungan mencari cara agar masyarakat tetap sehat namun kegiatan ekonomi, yang tidak akan pernah bisa berhenti, tetap terus berjalan seperti biasanya.

Namun jika datangnya virus Corona memaksa masyarakat Indonesia untuk "beristirahat", mau tak mau, akan ada beragam kejutan dalam kegiatan ekonomi, baik dari kebiasaan kultural hingga kebijakan-kebijakan yang digelontorkan pemerintah.

Opsi lockdown langsung terbesit di benak semua pihak, mengingat negara-negara yang juga terpapar Corona seperti Spanyol dan Italia sudah menerapkan hal ini. Namun, apakah Jakarta perlu benar-benar di-lockdown?

"Sebagai salah satu opsi antisipasi perluasan penyebaran virus Corona, saya kira lockdown ini mesti disikapi dengan sangat hati-hati. Ada baiknya tidak mengambil kebijakan yang justru memantik kontraksi ekonomi," ujar Ekonom Economic Action Indonesia (EconAct) Ronny P Sasmita kepada Liputan6.com, Selasa (17/03/2020).

Lanjut Ronny, pemerintah harus ingat bahwa Jakarta adalah nadi ekonomi nasional, yang jika aktivitas ekonominya berhenti, diisolasi dan dikunci, pasti ekonomi akan mengalami kontraksi serta inflasi. Dan secara langsung, imbas lockdown juga akan memukul rakyat baik kalangan pengusaha maupun kaum menengah ke bawah.

"Lockdown bagi sebagian besar masyarakat menengah ke bawah dan UMKM, memiliki arti berhenti mencari makan. Untuk pengusaha, lockdown berarti berhenti berproduksi, namun tetap harus membayar gaji," imbuhnya.

Sehingga, yang harus pemerintah lakukan ialah menetapkan protokol darurat Corona secara komprehensif dan mendetail, menentukan lembaga yang bertanggung jawab secara umum dan sektoral, menentukan sumber pembiayaannya dan memastikan aksesibilitas kinerjanya transparan.

"Kebijakan tersebut akan memperjelas kapasitas dan fungsi masing-masing lembaga, yang bisa diupdate setiap waktu hasilnya. Opsi ini jauh lebih baik daripada mendelegasikan wewenang penentuan sikap ke daerah-daerah," tutup Ronny.

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

PM Muhyiddin Yassin Umumkan Malaysia Lockdown Nasional Karena Virus Corona

Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin memutuskan untuk melakukan lockdown nasional atau mengunci akses seantero Negeri Jiran. Keputusan itu diambil karena melonjaknya jumlah kasus Virus Corona COVID-19.

Dalam pidato pada Senin (16/3/2020) malam, Muhyiddin mengatakan, pemerintah akan menerapkan Perintah Kontrol Gerakan selama lockdown yang dimulai pada 18 Maret hingga 31 Maret, seperti dilansir SCMP.

Keputusan Muhyiddin seiring dengan meningkatnya jumlah kasus positif Virus Corona di Malaysia yang mencapai 553. Jumlah itu merupakan kasus positif COVID-19 tertinggi di Asia Tenggara.

Malaysia melaporkan 125 kasus baru pada Senin, 95 di antaranya terkait dengan acara tabligh akbar yang diadakan pada Februari, menurut kementerian kesehatan, menyusul lonjakan 190 kasus selama akhir pekan.

Acara tabligh akbar itu dihadiri sekitar 16.000 dari 27 Februari hingga 1 Maret. Dari 14.500 warga Malaysia yang hadir, hanya 7.000 yang melakukan tes Virus Corona.

Sejauh ini, total 42 pasien Virus Corona di Malaysia telah sepenuhnya pulih dari Virus Corona dan telah dipulangkan. Sementara 511 masih di rumah sakit, 12 di antaranya masih dalam perawatan intensif.