Sukses

Harga Gas Industri Turun, Target PNBP Migas Diklaim Sulit Tercapai

Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor minyak dan gas (migas) akan sulit dicapai

Liputan6.com, Jakarta - Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor minyak dan gas (migas) akan sulit dicapai. Hal ini dampak dari penurunan harga gas untuk industri menjadi USD 6 per MMBTU mulai 1 April 2020. Kondisi ini diperparah dengan anjloknya harga minyak dunia.

Direktur Executive Energi Watch Mamit Setiawan mengatakan, keputusan penurunan harga gas akan berdampak kepada semua sektor yang ada dalam mata rantai gas bumi, baik hulu hingga hilir.

”Terkait dengan penurunan harga gas untuk industri sebesar USD 6 per MMbtu di plant gate konsumen saya kira ini akan berdampak pada semua sektor baik itu hulu dan midstream," kata Mamit, di Jakarta, Jumat (20/4/2020).

Dia mengungkapkan, pada sektor hulu migas, Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) atau Produsen migas memang tidak terkena pemotongan harga jual gas dari sumur, namun pemotongan dilakukan pada sisi penerimaan negara.

"Seperti diketahui, salah satu penerimaan negara yang terbesar adalah PNBP Migas pada 2019 sebesar Rp 115,1 triliun. Dengan demikian,ditengah turunnya harga minyak dunia saat ini dan penurunan penerimaan negara dari gas maka target PNBP migas sebagaimana target dalam APBN 2020 sebesar Rp 127,3 triliun akan sulit tercapai” papar Mamit.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Pengawasan Ketat

Dalam kondisi tersebut, SKK Migas juga harus melakukan pengawasan yang ketat kepada KKKS untuk lebih bisa effiesien lagi dalam pelaksanaan operasional. Ini karena harga sedang turun dan pendapatan negara berkurang.

”Melalui effisiensi diharapkan bisa membantu pengurangan pendapatan pemerintah. Tapi, jangan sampai juga pengetatan ini menggangu investasi di sektor migas karena kita sedang berusaha untuk meningkatan produksi kita” ujarnya.

Untuk sektor pengangkutan atau midstream, Mamit memandang sektor tersebut yang paling terpukul dengan penurunan harga gas indutri ini. Pasalnya, biaya pengangkutan gas ditekan untuk memuluskan penurunan harga gas.

"Untuk midstream ini saya kira yang akan paling berdampak. Jika Pemerintah menekan biaya distribusi dan transportasi turun menjadi US$ 1,5-2 per MMBTU akan sangat memberatkan industri midstream ini," tutur Mamit.

Menurutnya, pemerintah membuat kebijakan, untuk bisa melindungi industri pengangkutan gas ini.

"Industri gas itu butuh infrastruktur dari wellhead sampai ke end user. Atau dari terminal LNG sampai ke end user. Jadi, jangan sampai sektor midstream menjadi terpukul akibat penurunan harga ini, dan pada akhirnya akan menghambat perkembangan industri gas bumi nasional," tandasnya.