Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) terus bergerak melemah selama masa pandemi virus Corona Covid-19. Pada penutupan perdagangan Senin kemarin, rupiah ditutup 16.575 per dolar AS dari 15.975 per dolar AS pada sesi pembukaan.
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi menilai, bukan tak mungkin rupiah dalam waktu dekat bisa menyentuh angka 17.000 per dolar AS. Menangkal potensi buruk tersebut, ia menyarankan pemerintah melakukan lockdown di sejumlah wilayah yang merah akibat virus Corona.
Baca Juga
"Mengisolasi wilayah yang benar-benar terjangkit wabah virus Corona. Ada kerjasama antara pemerintah pusat dan daerah, stimulus untuk kesehatan digelontorkan," imbuh dia melalui pesan tertulis, Selasa (24/3/2020).
Advertisement
Ibrahim menganggap, keterpurukan rupiah ini salah satunya disebabkan oleh sikap pemerintah yang telat dalam mengantisipasi penyebaran virus Corona Covid-19.
Oleh karenanya, lockdown dirasanya merupakan langkah terbaik untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia secara jangka panjang.
"Perlu (lockdown). Secara jangka pendek memang menghancurkan ekonomi, tapi secara jangka panjang bagus untuk ekonomi," seru dia.
Dia pun tak mengelak jika pasar keuangan termasuk rupiah akan kaget melihat sikap pemerintah yang menutup diri secara tiba-tiba. Namun, situasi itu disebutnya hanya sementara saja.
"Kalau panik pasti ada saat lockdown, tapi seterusnya akan biasa saja," ujar Ibrahim.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
BI Telah Kucurkan Rp 300 Triliun Stabilkan Rupiah dari Tekanan Virus Corona
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) sudah mengucurkan dana sekitar Rp300 triliun sepanjang tahun ini dalam intervensi pasar guna menguatkan nilai tukar rupiah dari tekanan dolar AS, yang terjadi akibat pandemi global virus corona atau COVID-19.
Gubernur BI Perry Warjiyo dalam telekonferensi pers usai rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat, mengatakan intervensi nilai tukar rupiah dilakukan di pasar spot, kemudian di pasar sekunder untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) yang dilepas investor asing, dan intervensi di pasar Domestik NDF
"Kami terus melakukan injeksi likuidtas baik rupiah dan valas, untuk injeksi likuditas kami laporkan tahun ini sudah injeksi rupiah hampir Rp 300 triliun," kata Perry dikutip dari Antara, pada Jumat 20 Maret 2020.
Injeksi likuiditas itu antara lain dengan pembelian SBN di pasar sekunder mencapai Rp163 triliun, yang telah dilepas investor asing. Kemudian, BI mengubah Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah atau batas pencadangan kas bank mencapai Rp51 triliun sejak awal tahun.
Selain itu, BI juga melonggarkan lagi GWM rupiah dengan tambahan likuiditas mencapai Rp23 triliun dan GWM valas dengan nilai suntikan dana 3,2 miliar dolar AS.
Perry mengatakan langkah ini dilakukan karena aliran modal asing (capital outflow) yang keluar dari Indonesia terus meningkat akibat tekanan ekonomi global. Dari Januari hingga Kamis (19/3) kemarin, arus modal keluar mencapai Rp105,1 triliun secara neto.
Selain intervensi pasar, BI juga mendorong agar dunia usaha termasuk para eksportir turut membantu menjaga nilai tukar rupiah, dengan tidak menahan dolar AS. Eksportir dapat melepas dolar AS ke pasar sehingga memberikan pasokan dolar AS di pasar valuta asing.
“Oleh karena itu dalam konteks ini Presiden Joko Widodo memberikan arahan supaya seluruh potensi suplai yang ada di dalam negeri dimobilisasi termasuk para eksportir yang selama ini menahan dolarnya, agar juga memberikan suplai kepada pasar valas,” ujarnya.
Advertisement