Sukses

Serikat Buruh Tolak Keras Wacana Sunat THR hingga 50 Persen

Sejumlah serikat buruh kompak bersikap keras menolak wacana pengusaha yang memangkas THR

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah serikat buruh kompak bersikap keras menolak wacana pengusaha yang memangkas dana Tunjangan Hari Raya (THR) hingga sebesar 50 persen, yang diklaim akibat pandemi virus corona di  Indonesia.

Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) menyebut bahwa rencana pemotongan uang THR hingga 50 persen dianggap tidak rasional. Hal ini karena kegiatan produksi pabrik masih normal di berbagai wilayah Indonesia. Sedangkan tidak lama lagi Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriah, akan jatuh pada Mei 2020.

"Pastinya alokasi anggaran udah disiapkan dong, oleh perusahaan," tegas Sekretaris Jenderal FSPMI, Riden Hatam Aziz saat dikonfirmasi Merdeka.com pada Jumat (27/3/2020).

THR keagamaan bagi Aziz merupakan suatu kewajiban yang harus dibayarkan secara penuh oleh setiap perusahaan kepada karyawan yang masih terikat aturan kontrak yang sah.

Jika kebijakan tersebut diterapkan, Aziz berujar, kemampuan daya beli para buruh akan semakin menurun. Mengingat di musim bulan suci Ramadhan berbagai harga kebutuhan pokok  cenderung mengalami kenaikan.

Untuk itu FSPMI mendorong pemerintah tegas menolak usulan pengusaha terkait kebijakan pemotongan dana THR karena dinilai sangat merugikan kaum buruh di berbagai wilayah Indonesia.

"Satu minggu yang lalu, kami sudah surati presiden Jokowi. Semoga THR tidak dipangkas," pungkas Aziz.

 

2 dari 3 halaman

KSPI Juga Menolak

Semantara itu Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI)  juga menolak keras rencana pengusaha membayar THR sebesar 50 persen, yang diklaim akibat kesulitan ekonomi saat pandemi corona berlangsung. 

"Karena itu, KSPI meminta pemerintah tidak mengabulkan usulan pengusaha yang ingin memberikan THR hanya 50 persen dan tidak membayar upah buruh yang diliburkan secara penuh," kata Presiden KSPI Said Iqbal melalui keterangan tertulisnya Kamis (26/3).

Kemudian Iqbal menyebutkab bahwa ketika upah buruh tidak dibayar penuh, akibatnya daya beli buruh menurun. Apalagi saat Ramadhan dan lebaran, kebutuhan buruh meningkat tajam.

Bahkan di lapangan Iqbal mengklaim terdapat ketidakadilan yang dialami kaum buruh, khususnya di industri tekstil dan garmen. Seperti di Jawa Barat yang meliburkan buruhnya dengan hanya membayar upah sekitar 25 persen, di Jawa Tengah  buruh hanya dibayar 50 persen bagi mereka yang masih aktif bekerja, dan di Jawa Timur terdapat pengusaha yang tidak membayar upah buruh yang tidak bekerja karena mengaku tidak lagi memiliki uang.

"Apalagi kalau pemerintah mengabulkan membayar THR sebesar 50 persen. Maka nasib buruh akan semakin terpuruk," terangnya

Mewakili kaum buruh Iqbal meminta pemerintah untuk menolak keras terkait usulan pengusaha untuk memangkas THR keagaamaan bagi karyawannya. Bahkan ia tidak segan akan menggelar demontrasi sebagai bentuk protes, apabila kebijakan tersebut diterapkan.

 

3 dari 3 halaman

Usulan Pengusaha

Sebelumnya, Ketua Umum DPD HIPPI, Sarman Simanjorang mengatakan, di tengah situasi wabah virus corona atau Covid-19 banyak pelaku usaha secara pendapatan tertekan. Untuk itu, dia meminta agar pemerintah memberikan keringanan bagi pengusaha.

"Pengusaha berharap pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan dapat memberikan solusi dalam bentuk kebijakan khusus .Sekiranya pelaku usaha tidak dapat memberikan sama sekali THR atau hannya mampu memberikan 50 persen misalnya," kata dia di Jakarta, Kamis (26/3).

Dia mengatakan sekiranya pemerintah membuka opsi yang memungkinkan agar pemberian THR ditunda sampai keuangan perusahaan memadai. Dia pun menjamin tidak menghilangkan tanggung jawab pelaku usaha, dan seluruh hak-hak pekerja dipastikan terpenuhi.

"Ini harus segera di evaluasi atau ditindaklanjuti oleh Kementerian Ketenagakerjaan agar sedini mungkin dapat melakukan perundingan antara perwakilan pekerja dan managamen perusahaan untuk mencari jalan terbaik," jelas dia.

Di sisi lain, pelaku usaha juga berharap agar para pekerja melalui Serikat Buruh atau Serikat Pekerja dapat merasakan tekanan dan beban pengusaha dalam kondisi seperti ini. Jangan sampai memaksakan sesuatu yang tidak dapat di berikan pengusaha yang ujung ujungnya mengganggu keharmonisan hubungan industrial yang sudah berjalan baik selama ini.

"Bertahan saja sampai badai ini berlalu sudah merupakan sesuatu yang luar biasa. Kita doakan agar masalah virus corona ini cepat berlalu sehingga aktivitas bisnis dan perekonomian dapat pulih kembali," tandas dia.

Reporter: Sulaeman

SUmber: Merdeka.com