Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah terus berpikir keras untuk bisa menyelamatkan perekonomian negara dengan cara aman selama masa penyebaran virus Corona (Covid-19).
Sri Mulyani menyatakan, lockdown atau karantina massal bukan menjadi pilihan lantaran opsi tersebut dapat kerusuhan besar-besaran, seperti yang terjadi di India.
Baca Juga
"Seperti kita tahu, India sudah lockdown negaranya selama masa Covid-19 ini. Tapi lockdown malah membuat kondisi di India jadi chaos," ujar Sri Mulyani dalam sesi teleconference, Rabu (1/4/2020).
Advertisement
Oleh karenanya, pemerintah kemudian berpikir untuk mencari langkah aman menindaki dampak virus Corona terhadap perekonomian nasional, yakni melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dengan kucuran anggaran Rp 405 triliun.
"Jadi seminggu ini kita terus bersama-sama lihat semua aspek dan kemudian muncul dalam bentuk Perppu," kata dia.
"Ini landasan hukum awal yang kita pakai supaya Presiden (Jokowi) bisa instruksikan langkah extra- ordinary. Sehingga bisa selamatkan masyarakat, tapi ada landasan hukum," Sri Mulyani menandaskan.
Sri Mulyani: Efek Virus Corona, Rupiah Bisa Tembus 20 Ribu per Dolar AS
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, memperkirakan nilai tukar rupiah akibat dampak pandemi virus Corona atau Covid-19 bisa mencapai 20.000 perdolar AS dalam skenario sangat berat. Sementara skenario berat kurs bisa mencapai 17.500 per dolar AS di tahun ini.
Proyeksi tersebut juga lebih tinggi dari target dalam Aangaran Pendapata dan Belanja Negara (APBN) 2020 yang hanya berada di kisaran 14.400 per dolar AS.
"Kemungkinan terburuknya Rupiah bisa mencapai 20.000 per dolar AS," kata Menteri Sri Mulyani dalam video conference, di Jakarta, Rabu (1/4/2020).
Dia menambahkan inflasi pada tahun ini juga diproyeksi meningkat hingga 5,1 persen untuk skenario sangat berat. Sementara 3,9 persen untuk skenario berat. Angka ini juga jauh di atas target sebesar 3,1 persen dalam APBN 2020.
Tak hanya rupiah, beberapa yang juga terkoreksi amat mendalam, yakni di sektor konsumsi rumah tangga, Konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT), konsumsi pemerinah, investasi dan juga ekspor impor.
Secara rinci, konsumsi rumah tangga dalam skenario terburuk akan anjlok menjadi 1,6 persen di tahun ini dan skenario berat hanya 3,22 persen. Dalam APBN 2020, konsumsi rumah tangga ditargetkan 5,0 persen.
Konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) diperkirakan juga anjlok menjadi -1,91 persen untuk skenario terburuk dan -1,78 persen untuk skenario berat.
Konsumsi pemerintah diperkirakan hanya tumbuh 3,73 persen di skenario terburuk, dari target dalam APBN 2020 sebesar 4,3 persen.
Laju investasi juga diperkirakan turun menjadi 4,22 persen dalam skenario terburuk, dari target dalam APBN 2020 sebesar 6 persen.
Ekspor bahkan diperkirakan -15,6 persen dalam skenario terburuk tahun ini, dari target dalam APBN 2020 sebesar 3,7 persen. Begitu juga dengan impor yang turun hingga menjadi -16,65 persen, dari target dalam APBN 2020 sebesar 3,2 persen.
Advertisement