Sukses

Kena Dampak Corona, Bisnis Hotel Diprediksi Kembali Normal di September 2020

Dampak ke bisnis perhotelan karena adanya penerapan physical distancing dan pembatasan pengunjung asing.

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi virus corona (Covid-19) memberikan dampak signifikan kepada perusahaan yang bergerak di sektor perhotelan. Salah satunya yaitu PT Surya Semesta Internusa Tbk, yang memiliki unit bisnis di sektor perhotelan kawasan industri dan real estate serta konstruksi.

Pandemi COVID‐19 telah memengaruhi aktivitas bisnis perusahaan dengan kode emiten SSIA ini, yang diperkirakan akan berdampak pada arus kas perusahaan selama beberapa bulan mendatang.

Dampak ke bisnis perhotelan karena adanya penerapan physical distancing dan pembatasan pengunjung asing, tingkat hunian hotel menurun secara drastis dan diperkirakan hanya mencapai satu digit pada bulan April 2020.

"Perusahaan melihat industri perhotelan mulai membaik pada Juni 2020 dan semoga akan kembali normal pada September 2020," dikutip dari keterangan tertulis SSIA di Jakarta, Kamis (2/4/2020).

Unit bisnis konstruksi juga dipengaruhi oleh pandemi, selain itu pada Ramadan dimulai pada akhir April 2020 dan Lebaran yang jatuh pada akhir Mei 2020, mengakibatkan kinerja Konstruksi akan sedikit menurun pada kuartal II 2020 dan perusahaan akan melihatnya mulai membaik pada kuartal III dan kuartal IV tahun ini.

Unit usaha kawasan industri juga menghadapi sejumlah penundaan keputusan bisnis karena dampak COVID‐19 yaitu keadaan darurat yang dinyatakan oleh Pemerintah Indonesia, pencabutan visa kedatangan bagi warga negara asing serta pembatasan jadwal penerbangan. Selain itu lockdown di China dan pembatasan perjalanan di beberapa negara Eropa.

Perusahaan mengharapkan para konsumen akan kembali pada bulan Juli atau Agustus tahun ini dan merealisasikan komitmennya pada akhir kuartal III 2020.

Namun dalam menanggapi pandemi COVID‐19, SSIA telah memulai tindakan berikut untuk mengurangi risiko keuangan, pertama, menerapkan manajemen kas dan likuiditas secara prudent serta mengurangi pengeluaran kas pada pos‐pos non‐critical, mengingatkondisi saat ini bukan dalam kondisi business as usual (BAU).

Kedua, memantau prakiraan arus kas (stress‐cash flow tests) termasuk meninjau rencana keuangan dan merancang tindakan yang harus diambil untuk memitigasi risiko likuiditas.

Ketiga, penyesuaian dalam aktivitas bisnis termasuk mengurangi aktivitas di sektor perhotelan serta menyiapkan rencana bisnis jika kondisi ekonomi pulih.

Keempat, grup SSIA juga berpartisipasi dalam mengurangi risiko penularan COVID‐19, melalui program kerja dari rumah (WFH), meningkatkan kesehatan dan kebersihan di kantor termasuk karyawan.

2 dari 2 halaman

Kinerja 2019

Sepanjang 2019, Surya Semesta Internusa mencetak pendapatan sebesar Rp 4 triliun. Angka tersebut mengalami kenaikan 8,8 persen dari porsi pendapatan sebesar Rp 3,68 triliun di 2018. Total pendapatan yang didapatkan banyak datang dari bisnis konstruksi.

Pendapatan dari bisnis konstruksi mencapai Rp 2,61 triliun di 2019 atau naik 6,4 persen dari porsi sebesar Rp 2,45 triliun. Sementara pendapatan dari bisnis perhotelan sebesar Rp 811,4 miliar, pendapatan bisnis properti sebesar Rp 588,2 miliar, dan pendapatan dari bisnis lain-lain sebesar Rp 11,3 miliar.

Pendapatan yang meningkat memberikan dampak positif bagi laju laba kotor perusahaan dengan kode ticker SSIA menjadi Rp 1,09 triliun di tahun lalu, dari porsi laba kotor sebesar Rp 980,9 miliar di 2018. Dengan tingkat EBITDA perusahaan sebesar Rp533 miliar, atau naik 17,2 persen dari posisi Rp 454,9 miliar.

Laba kotor perusahaan yang melesat tajam memberikan dampak positif bagi tingkat laba bersih perusahaan di sepanjang tahun lalu yang menjadi Rp 92,3 miliar, atau naik 145 persen dari posisi Rp 37,7 miliar di tahun 2018. Marjin laba bersih perusahaan naik ke 2,3 persen, dari porsi tahun sebelumnya sebesar 1 persen.

Lalu pada tahun lalu, posisi kas perusahaan mencapai Rp1,52 triliun, meningkat 11,3 persen dari posisi kas tahun 2018 sekitar Rp1,37 triliun.

SSIA telah menarik pinjaman dari International Finance Corporation (IFC) sebesar USD50 juta dari total fasilitas kredit USD 100 juta pada pertengahan September 2019. Pinjaman ini dilindungi oleh Cross Currency Interest Rate Swap, oleh karena itu SSIA menerima Rp 702,5 miliar dengan bunga tetap 10,06 persen untuk periode pinjaman hingga Juni 2026.

Perusahaan juga memiliki utang kena bunga untuk periode 2019 sebesar Rp 1,85 triliun. Hal itu berdampak pada gearing ratio (jumlah pinjaman dibandingkan modal) berada d level 41,4 persen.

Adapun total aset perusahaan menjadi Rp 8,09 triliun di tahun 2019, atau melesat 9,3 persen dari porsi aset Rp 7,4 triliun di 2018. Dengan porsi liabilitas dan ekuitas masing-masing menjadi Rp 3,61 triliun dan Rp 3,96 triliun.