Liputan6.com, Jakarta - Asian Development Bank (ADB) memperkirakan perekonomian Indonesia tahun 2020 tumbuh 2,5 persen. Angka tersebut turun tajam jika dibanding dengan realsiasi 2019 yang di angka 5 persen. penyebab turunnya angka pertumbuhan ekonomi tersebut karena dampak wabah virus Corona.
ADB menilai, meski Indonesia memiliki landasan makroekonomi yang kuat, wabah Corona Covid-19 mengubah arah perekonomian Indonesia. Ini akibat memburuknya kondisi lingkungan eksternal dan melemahnya permintaan dalam negeri.
Namun perekonomian Indonesia bakal kembali pulih di 2021 jika pemerintah melakukan tindakan tegas dan efektif untuk menanggulangi dampak kesehatan dan ekonomi. Khususnya melindungi kelompok miskin dan rentan.
Advertisement
"Perekonomian Indonesia diperkirakan dapat kembali secara bertahap ke jalur pertumbuhannya tahun depan" kata Direktur ADB, Winfried Wicklein, dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Jumat, (3/4/2020).
Menurut Asian Development Outlook (ADO) 2020, pandemi Corona Covid-19 bersamaan dengan penurunan harga komoditas dan gejolak pasar keuangan. Hal ini akan berimplikasi buruk bagi perekonomian dunia dan Indonesia tahun ini.
Terlebih dengan memburuknya perekonomian sejumlah mitra dagang utama Indonesia. Permintaan dalam negeri diperkirakan akan melemah seiring dengan menurunnya sentimen bisnis dan konsumen.
Namun, sejalan dengan pulihnya perekonomian dunia tahun depan, pertumbuhan perkeonomian Indonesia diperkirakan akan memperoleh momentum. Dibantu dengan reformasi di bidang investasi yang dikeluarkan baru-baru ini.
Â
**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.
Inflasi Tahun 2020 Hampir 3 Persen
Inflasi tahunan Indonesia juga diperkirakan akan naik dari rata-rata 2,8 persen di tahun 2019. Diperkirakan akan naik tipis ke 3,0 persen pada tahun 2020, sebelum turun lagi ke 2,8 persen pada tahun 2021.
"Tekanan inflasi dari ketatnya pasokan pangan dan depresiasi mata uang diperkirakan akan dapat diimbangi sebagian oleh penurunan harga bahan bakar non-subsidi, serta subsidi tambahan untuk listrik dan pangan" kata Winfried Wicklein.
Sementara itu, pendapatan ekspor dari pariwisata dan komoditas diperkirakan akan menurun. Sehingga menyebabkan defisit transaksi berjalan mencapai 2,9 persen dari produk domestik bruto pada tahun 2020.
Seiring pulihnya taraf ekspor dan investasi pada 2021, volume barang modal impor yang lebih besar akan menyebabkan defisit transaksi berjalan tetap sama seperti pada 2020.
Pemerintah dan otoritas keuangan telah meluncurkan berbagai langkah fiskal dan moneter yang terkoordinasi dan terarah untuk memitigasi dampak pandemi COVID-19 terhadap perekonomian dan mata pencaharian masyarakat. Hal tersebut termasuk distribusi bantuan langsung tunai bagi kelompok miskin dan rentan.
"Serta pemotongan pajak dan kelonggaran pembayaran pinjaman bagi pekerja dan dunia usaha," kata dia.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber:Â
Advertisement