Sukses

Rupiah Dibuka Menguat ke 16.450 per Dolar AS Jelang Akhir Pekan

Premi CDS (Currency Default Swap) Indonesia 5 tahun naik ke 235,64 bps per 2 April 2020 dari 200,11 bps per 27 Maret 2020.

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) mencatat nilai tukar rupiah dibuka menguat Rp 16.450, pada pada Jumat, 3 April 2020. Sebelumnya rupiah ditutup melemah Rp 16.470 pada Kamis, 2 April 2020.

Selain itu Yeild SBN 10 tahun juga naik ke 8 persen pada hari Kamis. Kemudian hari ini kembali naik menjadi 8,08 persen. Sementara DXY menguat ke level 100,18 pada hari Kamis 2 April 2020.

Bank sentral juga melaporkan perkembangan aliran modal asing di minggu pertama April 2020. Premi CDS (Currency Default Swap) Indonesia 5 tahun naik ke 235,64 bps per 2 April 2020 dari 200,11 bps per 27 Maret 2020.

"Ini dipicu oleh kekhawatiran resesi ekonomi global seiring berlanjutnya penyebaran kasus Covid-19," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi, Onny Wijanarko dalam siaran pers, Jakarta, Jumat (2/4/2020).

Berdasarkan data transaksi 30 Maret – 2 April 2020, nonresiden di pasar keuangan domestik net beli Rp 3,28 triliun dengan net beli di pasar SBN sebesar Rp 4,09 triliun. Sementara net jual di pasar saham sebesar Rp 82 miliar

Sementara itu, berdasarkan data setelmen 30 Maret – 2 April 2020, nonresiden di pasar keuangan domestik net beli Rp 770 miliar. Selama 2020 (ytd), nonresiden di pasar keuangan domestik tercatat net jual Rp 143,99 triliun.

BI akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan OJK untuk memonitor secara cermat dinamika penyebaran COVID-19 dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia dari waktu ke waktu.

Ini dilakukan untuk menentukan langkah-langkah koordinasi kebijakan lanjutan yang perlu ditempuh untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

"Serta menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap baik dan berdaya tahan," tutup Onny.

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Atasi Dampak Corona, Pemerintah Diminta Tak Hanya Fokus di Pasar Keuangan

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal berada di kisaran 2,3 persen. Bahkan skenario terburuknya bisa menyentuh negatif 0,4 persen.

Skenario terburuk itu bisa terjadi jika pandemi virus corona atau Covid-19 terus berlangsung dalam jangka panjang. Bahkan, nilai rukar rupiah saja masih berada di angka Rp 16 ribu per dolar AS.

Diakui, dampak Corona membuat prospek ekonomi memburuk sehingga pemerintah berusaha keras menjaga kestabilan pasar keuangan. Namun, pemerintah dinilai harus hati-hati dalam menghadapi pelemahan rupiah ini.

"Jangan hanya fokus pada pengguyuran likuiditas di pasar keuangan sekunder. Pemerintah juga harus intervensi sektor riil," ujar pengamat ekonomi Economic Action Indonesia (EconAct) Ronny P Sasmita saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (3/4/2020).

Ronny melanjutkan, intervensi tersebut bertujuan agar kapasitas produksi nasional tidak merosot terlalu dalam di satu sisi serta menjaga daya beli masyarakat agar tidak anjlok.

Kalau pemerintah bisa menjaga roda ekonomi di sektor riil, lanjut Ronny, maka kemungkinan terbebas dari krisis bahkan resesi akan semakin kecil.

Ronny mengingatkan agar pemerintah bisa belajar dari krisis-krisis yang pernah terjadi di muka bumi. Pada Great Depression 1929, terlalu banyak uang terkonsentrasi di pasar keuangan dan pasar modal.

"Lalu pada krisis moneter dan krisis supreme mortgage 2008, terlalu banyak uang murah (cheap money) dengan suku bunga super rendah di sistem perbankan," tutur Ronny.

Oleh karenanya, pemerintah harus benar-benar memperhatikan kelangsungan usaha di sektor riil.

"Karena di sanalah nafas ekonominya," tutupnya.