Liputan6.com, Jakarta Produsen raksasa rokok British American Tobacco (BAT) kini sedang meramu vaksin untuk melawan virus corona (Covid-19) berbahan daun tembakau. Kentucky Bio Processing (KBP) selaku anak usaha BAT tengah melakukan uji praklinis terhadap obat penangkal tersebut.
Apabila pengujian tersebut berjalan dengan baik, BAT berharap bahwa, dengan adanya mitra yang tepat serta dukungan dari lembaga-lembaga pemerintah, antara 1-3 juta dosis vaksin dapat diproduksi setiap pekannya yang akan dimulai pada Juni 2020.
Advertisement
Baca Juga
Director of Scientific Research BAT David O’Reilly mengatakan, pihaknya saat ini tengah menjajaki kerjasama dengan badan-badan pemerintah dunia untuk melakukan pengujian klinis terhadap vaksin ini sesegera mungkin.
Melalui kolaborasi tersebut, dia percaya dosis sebesar 1 sampai 3 juta tersebut dapat diproduksi.
"Kami terus berkomunikasi dengan US Food and Drug Administration dan sedang meminta petunjuk mengenai langkah selanjutnya. Kami juga telah menjalin komunikasi dengan Departemen Kesehatan dan Sosial Inggris dan BARDA di Amerika Serikat untuk menawarkan bantuan, dan memberikan akses atas penelitian kami dengan tujuan mempercepat pembuatan vaksin untuk Covid-19," ujarnya, Jumat (3/4/2020).
O'Reilly mengklaim bahwa pihaknya tak punya niatan untuk mengembangkan vaksin tersebut atas dasar keuntungan.
Â
Teknologi
Vaksin yang sedang dalam pengembangan ini menggunakan teknologi tanaman tembakau yang cepat tumbuh, serta memiliki beberapa keunggulan dibanding teknologi vaksin konvensional.
Di antaranya lebih aman lantaran tembakau tidak dapat menyimpan patogen yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia.
"Teknologi ini juga lebih cepat, karena elemen-elemen dari vaksin terakumulasi dalam tembakau jauh lebih cepat. Yakni 6 Minggu dalam tanaman tembakau versus beberapa bulan dengan metode konvensional," paparnya.
Kemudian, ia melanjutkan, formasi vaksin yang sedang dikembangkan oleh KBP tetap stabil pada suhu kamar, tidak seperti vaksin konvensional yang kerap harus memerlukan ruang pendingin seperti dalam lemari es.
"Selain itu teknologi ini memiliki potensi untuk memberikan respons imun yang efektif hanya dengan satu dosis tunggal," tutup O'Reilly.
Advertisement