Sukses

Survei Kemenhub: 56 Persen Warga Jabodetabek Pilih Tidak Mudik

Moda transportasi dinilai menjadi media pembawa virus.

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) menyatakan sekitar hampir setengah warga Jabodetabek memilih untuk tetap berada di daerah rantau mereka.

Menurut hasil survey Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan (Balitbang Kemenhub), dari 43 ribu responden, 56 persen memilih tidak mudik.

"Berdasarkan hasil survet Balitbang Kemenhub terhadap 43 ribu responden, dalam survey itu hasilnya yang tidak mudik ada 56 persen, yang belum mudik 37 persen dan yang ingin mudik itu 7 persen," ujar Kepala BPTJ Kemenhub Polana B Pramesti dalam sebuah diskusi daring, Minggu (5/4/2020).

Polana menyatakan, jumlah 37 persen masyarakat yang belum mudik masih fiktif, apakah mereka memutuskan akan mudik atau tetap di Jabodetabek, begitu pula dengan 7 persen warga yang ingin mudik.

Meskipun mudik tidak dilarang, namun Polana mengakui bahwa moda transportasi menjadi media pembawa virus.

"Karena virus Covid-19 ini tidak bergerak, diam di tempat tapi yang membawa kemana-mana itu melalui transportasi. Oleh karenanya, kami kemarin BPTJ terbitkan Surat Edaran Nomor 5 tahun 2020," ungkap Polana.

Lebih lanjut, Polana juga menegaskan jika surat edaran yang diterbitkan BPTJ masih berupa rekomendasi agar stakeholder dalam bidang transportasi dapat mempersiapkan pembatasan transportasi jika daerah di Jabodetabek sudah ditetapkan sebagai Pembatasan Sosial Berskala Besar.

"Seperti yang tadi kami sampaikan salah satu media penyebaran virus melalui transportasi, jadi kami pikir kami antisipasi terlebih dulu agar stakeholder transportasi di seluruh Jabodetabek menyiapkan langkah strategis menyusun kebijakan," tutup Polana.

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

 

2 dari 2 halaman

Pemerintah Segera Rilis Panduan Mudik

Pemerintah menyusun buku panduan yang akan menjadi standar operasional prosedur untuk implementasi jaga jarak fisik (physical distancing) bagi penumpang dalam upaya membatasi kegiatan mudik Lebaran 2020 guna mencegah penyebaran COVID-19.

Penyusunan buku panduan itu melibatkan Kementerian Perhubungan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kepolisian Negara RI, dan lembaga atau instansi terkait lainnya. Audiensi publik akan diadakan sebelum buku panduan diluncurkan.

"Langkah-langkah dan peraturan yang berlaku akan berlaku selama dua bulan, sampai akhir wabah dan akan ditinjau secara teratur," kata Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Kemaritiman dan Investasi Ridwan Djamaluddin, seperti melansir Antara, di Jakarta, Minggu (5/4/2020).

Meski tidak melarang kegiatan mudik Lebaran pada tahun ini, namun pemerintah akan melakukan berbagai kebijakan pengetatan bagi masyarakat yang tetap mudik, salah satunya mengimplementasikan jaga jarak fisik.

Jaga jarak fisik tersebut di antaranya dilakukan dengan mengurangi kapasitas penumpang, baik penggunaan kendaraan umum maupun kendaraan pribadi.

"Transportasi umum dan pribadi diperlukan untuk mengimplementasikan jaga jarak fisik. Seperti untuk kendaraan umum dengan menaikkan harga tiket angkutan umum. Misalnya, bus berkapasitas 50 hanya dapat menampung 25 orang, itu harga tiketnya dinaikkan," katanya.

Lebih jauh Gati membeberkan kementeriannya selalu berkoordinasi dengan Kepala Dinas Perindustrian yang ada di 34 Provinsi di Indonesia, guna mengidentifikasi dampak COVID-19 terhadap IKMA di setiap provinsi dan juga memetakan dampak yang ditimbulkan terhadap tenaga kerja sektor IKMA.

Berdasarkan hasil koordinasi yang sudah dilakukan kementeriannya, setidaknya terdapat 43.016 IKMA yang terdampak COVID-19. IKMA tersebut tersebar di berbagai provinsi di Indonesia antara lain Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Maluku, Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung, dan Banten.

"Serta terdapat 149.858 pekerja bernaung di sejumlah IKMA tersebut yang saat ini produksinya terdampak wabah corona," lanjut Gati.

Kemenperin juga melakukan langkah-langkah koordinasi dengan kementerian terkait lainnya untuk meminimalkan dampak negatif pandemi corona terhadap ekspor produk-produk IKMA yang didominasi oleh hasil kerajinan.

Oleh karena itu, kami akan berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan juga Atase Perindustrian Indonesia di berbagai negara. Para perwakilan di luar negeri ini nantinya akan bernegosiasi agar ekspor produk IKMA dari Indonesia dapat dilanjutkan setelah penyebaran COVID-19 dapat terkendali.

"Dampak COVID-19 terhadap potensi ekspor produk ini harus diminimalisasi," tandasnya.

 

 

Video Terkini