Sukses

Tarif Tiket Bus Diusulkan Naik saat Mudik, BPTJ Sebut Masih Wacana

Sekretaris Jenderal Organisasi Angkutan Darat (Organda) Ateng Aryono menyatakan kebijakan menaikkan tarif tiket kurang tepat dalam situasi seperti ini.

Liputan6.com, Jakarta Dampak Virus Corona terhadap ekonomi perkotaan membuat sebagian besar masyarakat memutuskan untuk pulang kampung alis mudik. Hal ini terpaksa dilakukan karena jika tetap tinggal di tempat rantau, mereka tidak mampu menanggung beban hidup sehari-hari.

Pemerintah juga tidak melarang mudik, namun Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Kemaritiman dan Investasi Ridwan Djamaluddin menyatakan akan melakukan beragam upaya agar mudik tidak terlalu padat, salah satunya dengan membatasi okupansi bus dan menaikkan tarif tiket.

"Transportasi umum dan pribadi diperlukan untuk mengimplementasikan jaga jarak fisik. Seperti untuk kendaraan umum, menaikkan harga tiket angkutan umum. Misalnya, bus berkapasitas 50 hanya dapat menampung 25 orang, itu harga tiketnya dinaikkan,” kata Ridwan dalam keterangan resmi, Minggu (5/4/2020).

Namun, Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan Polana B Pramesti menyatakan itu masih jadi wacana. "Itu belum resmi, masih jadi wacana," ujarnya dalam diskusi virtual.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Organisasi Angkutan Darat (Organda) Ateng Aryono menyatakan kebijakan menaikkan tarif tiket kurang tepat dalam situasi seperti ini.

"Ini gimana, ya, kalau tarif naik di saat sekarang okupansi turun. Kalau kami naikkan tarif, terus empati kami di mana? Bagaimana dengan mereka yang misalnya terpaksa memang harus mudik?" kata Ateng dalam sebuah diskusi daring.

Namun, Polana memastikan kembali bahwa kebijakan menaikkan tarif bus masih menjadi wacana. Saat ini, pemerintah khususnya BPTJ masih fokus dalam memberi rekomendasi pembatasan moda transportasi agar penularan virus Corona dapat diminimalkan.

"1 April kemarin BPTJ terbitkan SE.5.2020, tujuannya karena salah satu upaya memutus rantai Covid-19 ini dengan mengurangi pergerakan, karena Covid-19 ini tidak bergerak, diam di tempat tapi yang membawa kemana-mana itu (manusia) melalui transportasi," ujar Polana.

2 dari 2 halaman

Aturan Mudik Tak Hanya Buat Penumpang Angkutan Umum tapi Juga Kendaraan Pribadi

Pemerintah memutuskan untuk tidak melarang mudik meski saat ini Indonesia merasakan dampak penyebaran Virus Corona terutama di sektor ekonomi. Hal ini karena ekonomi perkotaan terutama Jabodetabek, dari sektor informal  meredup sehingga membuat masyarakat tidak memiliki pilihan lain.

Meski masih diperbolehkan, pemerintah tengah menyiapkan aturan-aturan dalam bentuk buku panduan mudik agar masyarakat tetap dapat pulang kampung dengan menerapkan aspek-aspek kesehatan dan keselamatan.

Ini disampaikan Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Kemaritiman dan Investasi Ridwan Djamaluddin.

Setali tiga uang dengan Ridwan, Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta Syafrin Liputo menyatakan pemerintah harus segera menyusun aturan mudik, termasuk bagi para pemudik yang menggunakan sepeda motor.

"Jadi setelah ada imbauan social distancing, diturunkan petunjuk dan pelaksanaan untuk itu termasuk pemudik pakai motor, yang hanya boleh 1 orang saja jadi tidak boleh bawa penumpang. Jadi Menteri Perhubungan harus segera mengeluarkan itu (aturan)," kata Syafrin dalam sebuah diskusi daring, Minggu (5/4/2020).

Petunjuk pelaksanaan itu harus meliputi bagaimana mekanisme pemudik dengan motor, kemudian dari kapan hingga kapan aturan tersebut berlaku dan sebagainya.

Tak dipungkiri, selain dengan menggunakan angkutan massal seperti bus dan kereta api, masyarakat Indonesia masih banyak yang mudik menggunakan motor.

Kadang kala, mereka melakukan mudik membawa seluruh anggota keluarga yang biasanya terdiri dari 2 hingga 4 orang (suami, istri dan anak). Ditambah, mereka juga membawa barang-barang berupa baju dan oleh-oleh.

 

Video Terkini