Liputan6.com, Jakarta - Melalui akun resmi Instagram @disnakertrans_dki_jakarta, Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi DKI Jakarta mengumumkan sebanyak 162.416 pekerja di Ibu Kota dirumahkan dan kena pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat lesunya ekonomi nasional karena pandemi virus Corona atau Covid-19.
Pekerja tersebut berasal dari 18.045 perusahaan. Rinciannya, 30.137 pekerja dari 3.348 perusahaan terkena PHK dan 132.279 pekerja dari 14.697 perusahaan terpaksa dirumahkan untuk sementara waktu.
Dalam caption-nya, data tersebut dihimpun dari alamat portal bit.ly/pendataanpekerjaterdampakcovid19 dan e-mail disnakertrans@jakarta.go.id, yang telah resmi ditutup pada Sabtu (4/4) lalu.
Advertisement
Pihak Disnaker DKI Jakarta juga mengklaim saat ini tengah menghimpun data para pekerja yang telah dirumahkan, tapi tidak menerima upah (unpaid leave) untuk nantinya disampaikan kepada pemerintah pusat, khususnya Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia dan Kementerian Ketenagakerjaan.
Namun, saat dikonfirmasi oleh Merdeka.com hingga Senin siang (6/4) Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi DKI Jakarta Andri Yansyah belum memberikan jawaban terkait tingginya jumlah pekerja di wilayah Ibu Kota yang menjadi korban PHK ataupun dirumahkan, sekaligus memuncaki daftar tertinggi di Indonesia untuk sementara waktu.
Sementara itu, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) merasakan kekhawatiran akan meningkatnya jumlah pekerja yang terdampak PHK dalam dua bulan ke depan, apabila tidak ada upaya serius dari pemerintah untuk mencegah perusahaan melakukan PHK terhadap karyawan.
"Bisa saja di DKI akan ada penambahan jumlahnya pekerja yang di-PHK dari perusahaan garmen dan tekstil yang ada di wilayah Pulogadung, Cakung, Cilincing, hingga Marunda," kata Said Iqbal selaku Presiden KSPI melalui keterangan tertulisnya.
"Apalagi juga ada kabar di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat saat ini sudah terdapat ribuan orang buruh ter-PHK," imbuhnya.
**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.
Ancaman Serius
Menurut dia, setidaknya ada dua ancaman serius yang dihadapi para pekerja atau buruh di Indonesia, yakni potensi hilangnya nyawa buruh karena masih diharuskan bekerja dan tidak diliburkan ketika yang lain melakukan physical distancing untuk menghindari penularan virus Covid-19 dan darurat PHK yang akan mengancam kelangsungan hidup, puluhan hingga ratusan ribu buruh.
Oleh karena itu, KSPI sebagai perwakilan kaum pekerja ataupun buruh, menyuarakan tujuh tuntutan terhadap para pengusaha dan pemerintah guna meringankan beban buruh di saat wabah Corona melanda berbagai daerah di Nusantara, yakni;
1) Saat yang tepat untuk menurunkan biaya produksi dari perusahaan swasta dengan mengatur ulang sistem kerja buruh, tapi tetap membayar upah penuh.
"Bisa libur bergilir. Sehingga ada penghematan listrik, katering, dan lainnya. Toh omzet juga sedang turun," kata Iqbal
2) Pemerintah di minta mengendalikan kebijakan fiskal dan moneter agar nilai tukar rupiah tidak semakin melemah dan indeks harga saham gabungan tidak anjlok.
3) Pemerintah diharapkan segera membuat regulasi berupa kemudahan impor bahan baku (sepanjang bahan baku tersebut tidak tersedia di Indonesia), khususnya untuk industri padat karya. Misalnya dengan menerapkan bea masuk impor nol rupiah dan tidak ada beban biaya apa pun kepada barang impor.
"Karena bisa jadi, dalam situasi sulit ini, industri akan mencari bahan baku dari negara yang belum terkena Corona," kata dia.
4) Memberikan bantuan berupa dana secara tunai kepada buruh, pengemudi transportasi online, dan masyarakat kecil yang lain. Di sisi lain, akan membantu dunia usaha, karena sebagian dari upah pekerja disubsidi oleh pemerintah. "Seperti di Inggris," ujar dia.
5) Memberikan insentif kepada industri pariwisata, retail, dan industri lain yang tedampak, agar mereka bisa bertahan di tengah-tengah pandemi Corona. Seperti menghapus bunga pinjaman bank bagi pengusaha di sektor pariwisata atau menghapus pajak pariwisata dan memberikan kelonggaran cicilan hutang untuk menunda selama setahun tidak membayar cicilan.
6) Segera menurunkan harga BBM premium agar masyarakat menengah ke bawah termasuk para buruh meningkat daya belinya. Selain itu, harga gas industri segera diturunkan, agar ongkos produksi pabrik bisa turun.
7) Mendesak BPJS Ketenagakerjaan untuk mengeluarkan dana cadangan dari bunga deposito dana peserta dan dana JKK untuk membantu para buruh yang terdampak .
"Baru-baru ini Disnakertrans Jawa Barat menyampaikan, sebanyak 40.433 pekerja dirumahkan dan 3.030 pekerja terkena PHK," pungkasnya.
Advertisement
Data Tenaga Kerja di Jawa Barat
Untuk diketahui, 43.000 buruh atau pekerja di 502 perusahaan skala kecil hingga besar Jawa Barat harus dirumahkan dan tidak sedikit diberhentikan (pemutusan hubungan kerja). Hal ini tidak terlepas dari pengaruh ekonomi yang menurun dampak pandemi virus Corona (Covid-19).
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Pemprov Jabar, Mochamad Ade Afriandi, mengatakan total perusahaan di Jawa Barat berjumlah sekira 47.221 perusahaan. Pendataan sementara ini baru dilakukan terhadap 502 perusahaan sejak tanggal 31 Maret 2020.
"Kita lakukan pemantauan untuk 502 perusahaan di Jabar ternyata 86 persennya itu sudah memberikan gambaran atau laporan mereka terdampak oleh Covid-19," kata dia saat dihubungi, Sabtu (4/4).
Dampak yang mereka rasakan di antaranya kesulitan bahan baku. Negara yang diandalkan untuk mengimpor bahan baku melakukan kebijakan lockdown. Faktor lain, pihak perusahaan atau industri bergantung pada pembeli yang mayoritas berada di luar negeri yang menyatakan lockdown.
"Produknya yang sudah dikapalkan, tapi karena keburu lockdown kan akhirnya tidak bisa masuk. Atau yang belum dikapalkan akhirnya menumpuk di gudang. Nah, kemudian ketidakpastian ekonomi di negara buyer akhirnya mereka juga membuat kebijakan ada yang menunda order dan ada yang mengurangi atau malah membatalkan," jelas dia.
Faktor tersebut sudah mengurangi produktivitas perusahaan atau industri di Jawa Barat. Dia sendiri akan melakukan pendataan lebih masif dan meminta serikat buruh yang perusahaannya terdampak menyampaikan informasi terkait kebijakan yang disepakati dengan perusahaan.
"Apakah dirumahkan, itu kan ada dua ada yang dibayar upahnya dan ada yang tidak dibayar, dan mungkin saja terjadi PHK," kata dia.
"Gambaran dari 520 perusahaan saja ada 86 persen terdampak jadi artinya kan pastilah ada yang terdampak sampai bisa tutup atau mungkin off dulu, nah sampai dengan hari pertama berarti tanggal 1 April kita lakukan pendataan dan tanggal 2 kita olah, nah tanggal 2 itu total baru 21 kabupaten dan kota. Kita dapatkan data sementara yang awal sekitar 43.000 pekerja atau buruh yang terdampak. Itu campur (dari perusahaan skala besar sampai kecil," jelas dia.
Dari 47.221 perusahaan, yang masuk kategori mikro ada 30.000 perusahaan, yang kecil ada sekitar 6.000 perusahaan kemudian yang sedang ada 5.000 perusahaan dan skala besar industri ada sekitar 3.000 perusahaan. Otomatis karena jenis usaha atau industrinya berbeda, maka dampaknya pun beragam
"Jadi sekitar 40 ribuan yang dirumahkan dan 3 ribuan itu yang terdampaknya PHK. Total sekitar 43 ribuan-lah. Itu baru data sementara. Nah, sebelum final, berarti data itu data sementara dan terus berkembang atau terus di-update," ucap dia.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com