Liputan6.com, Jakarta - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) mencatat adanya penurunan omzet hingga 50 persen pendapatan di sektor transportasi sejak pandemi Covid-19 melanda Tanah Air. Hal tersebut telah menekan bisnis sektor transportasi nasional yang merata pada semua moda transportasi.
Wakil Ketua Umum KADIN Bidang Perhubungan, Carmelita Hartoto mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi pada semua sektor usaha transportasi dan disimpulkan Covid-19 berdampak pada semua aspek transportasi.
"Pelaku usaha sangat memahami tujuan dari kebijakan tersebut. Hanya saja, di saat bersamaan terjadi penurunan omzet angkutan jalan sejak dua bulan lalu. Penurunan omzet angkutan barang telah mencapai 25 persen hingga 50 persen,” ujarnya di Jakarta, Minggu (12/4).
Advertisement
Kebijakan pemerintah yang ditindaklanjuti dengan sosialisasi masif kepada masyarakat untuk bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan beribadah dari rumah, sekaligus penutupan lokasi wisata telah membatasi pergerakan masyarakat di luar rumah.
"Pelaku usaha sangat memahami tujuan dari kebijakan tersebut. Hanya saja, di saat bersamaan terjadi penurunan omzet, terutama di sektor angkutan jalan sejak dua bulan lalu," jelasnya.
Dia memprediksi, penurunan omset bisa lebih parah pada enam bulan ke depan. Seiring perpanjangan masa darurat pandemi Covid-19 hingga 29 Mei 2020.
“Jika kondisi masih berlarut dan berkepanjangan maka diprediksi akan banyak pelaku usaha angkutan jalan yang akan gulung tikar,” ujarnya.
Pihaknya berharap ada stimulus yang diberikan pemerintah akibat kondisi luar biasa ini. Stimulus tersebut bisa berupa pembebasan atas kewajiban pembayaran penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
“Untuk sektor transportasi angkutan darat sesuai dengan PP No 15 Tahun 2016 selama 12 bulan dimulai dari April 2020,” ujarnya.
Transportasi Udara
Adapun pada sektor moda transportasi udara, Carmelita melanjutkan, adanya stimulus berupa penundaan pembayaran pajak PPH 21 dan 23 selama enam bulan dimulai April 2020, penundaan pembayaran terkait biaya bandara, biaya navigasi dan biaya bahan bakar avtur selama enam bulan dimulai April 2020. Selain itu, peniadaan biaya parkir pesawat.
Sedangkan di sektor moda transportasi laut diharapkan kebijakan relaksasi pinjaman, kebijakan relaksasi perpajakan dan kebijakan dari kementerian teknis dan BUMN.
“Pada kebijakan relaksasi pinjaman misalnya, pelaku usaha moda tranportais laut mengharapkan adanya penundaan pembayaran angsuran pinjaman, reschedule pembayaran pinjaman bank. Lain itu adanya diskon suku bunga pinjaman, pemberian modal kerja untuk membiayai A/R (account receivable) dan operasional perusahaan terutama dalam mengantisipasi THR, dan kemudahan persyaratan proses relaksasi pinjaman,” pungkasnya.
Dwi Aditya Putra
Merdeka.com
Advertisement