Liputan6.com, Jakarta - Keputusan kebijakan pemerintah terkait Mudik Lebaran 2020 masih abu-abu. Pemerintah tidak dengan tegas melarang namun juga tidak dengan tegas memperbolehkan aktivitas mudik di tengah pandemik virus Corona.
Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi melalui Pusat Data dan Informasi Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan, dan Informasi (Balilatfo) telah melakukan jajak pendapat tentang Mudik Lebaran 2020 kepada 3.931 kepala desa yang menjadi responsen.
Dari hasil polling tersebut, diperoleh jawaban bahwa 89,75 persen kepala desa tidak setuju warganya mudik, dan 10,25 persen setuju. Hal itu disampaikan oleh Kepala pusat data dan Informasi Balilatfo Ivanovich Agusta, dalam keterangannya, Selasa (14/4/2020).
Advertisement
Ivanovich mengatakan, kepala desa tidak setuju warganya yang merantau di luar kota untuk mudik atau pulang kampung mengingat saat ini sedang merebaknya wabah Corona covid-19. Penolakan tersebut yang tak lain untuk memutus rantai penyebaranvirus Corona covid-19 agar tidak masuk ke wilayah desa.
Kemudian, Ivanovich menjelaskan hal apa saja yang diinginkan oleh kepala desa terkait hasil survei itu, yakni terdapat pendapat yang berimbang terhadap kebijakan himbauan tidak mudik dan larangan mudik.
Sekitar 49,86 persen kepala desa setuju dengan himbauan pemerintah terkait tidak mudik, dan 50,14 persen lainnya menyetujui larangan mudik.
“Ini mengindikasikan masih ada keraguan kepala desa, yang membutuhkan keputusan lebih tegas dari pimpinan atau pemerintah,” kata Ivanovich.
Lalu, alternatif yang diusulkan kepala desa dari survei, meminta agar mudik dilarang, dan kehidupan pemudik atau perantau di kota yang bersangkutan didukung oleh pemerintah kota.
Serta, bagi yang terpaksa mudik harus memiliki alasan kuat memilih mudik, dan diminta untuk melapor ke relawan desa lawan covid-19.
Selain itu, alasan dari dua kebijakan antara larangan mudik atau hanya sekedar himbauan tidak mudik, tak lain menyangkut kesehatan, sosial, ekonomi, dan keamanan. Untuk sisi kesehatan menjadi alasan utama bagi opini kepala desa untuk mudik atau tidak mudik.
**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.
1,3 Juta Orang Bakal Mudik di Tengah Wabah Virus Corona
Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Agus Taufik Mulyono menyampaikan, saat ini sudah ada sekitar 900 ribu orang yang telah bergerak mudik dari Jabodetabek ke daerah selama masa pandemi virus corona (Covid-19). Sementara masih ada 1,3 juta orang lainnya yang diperkirakan akan segera menyusul.
"Saya kemarin rapat dengan Kemenhub, tercatat saat ini sudah ada 900 ribu orang yang mudik. Sisanya tinggal 2,6 juta yang belum pulang. Separuh dari 2,6 juta itu, ada 1,3 juta orang dianggap ada potensi mudik," jelas Agus dalam siaran pers online via aplikasi Zoom, Selasa (14/4/2020).
Secara angka persebaran, ia menghitung, sebanyak 13 persen pemudik akan menyebar ke wilayah Jawa Barat. Jawa Tengah menjadi tujuan mudik paling banyak yakni 33 persen, Yogyakarta 7,8 persen, Jawa Timur 20 persen, dan wilayah Sumatera 7 persen.
"Ini lah yang perlu dilihat dampak mudik Jateng, Jatim dan Jabar. Jateng, Yogyakarta jadi derah ODP atau penularan baru atau daerah wabah baru kalau misalkan mudik ini tidak ditangani pemerintah. Ini gambaran ya setelah ikuti beberapa diskusi," ujar Agus.
Dia menyatakan, banyak masyarakat yang nekat mudik di tengah wabah virus corona lantaran hal tersebut merupakan budaya tahunan. Selain itu, ia memaparkan beberapa faktor lainnya yang membuat budaya mudik menjadi sulit dilarang.
"Kemudian ada yang nekat mudik gara-gara tidak ada masukan biaya hidup, ini pasti nekat mudik. Lalu bersikeras mudik karena permintaan orang tua dan keluarga. Orang-orang ini yang ada di dalam 1,3 juta itu," ungkap Agus.
Advertisement