Sukses

Imbas Corona, Pendapatan Industri Penerbangan Hilang Rp 270 Miliar

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, dampak penyebaran Virus Corona membuat berbagai sektor ekonomi terpukul.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, dampak penyebaran Virus Corona membuat berbagai sektor ekonomi terpukul. Salah satunya sektor penerbangan yang mengalami kehilangan pendapatan sekitar Rp270 miliar.

"Kehilangan pendapatan di sektor layanan udara Rp 270 miliar dengan sekitar Rp48 miliar disumbang dari penerbangan dari dan menuju Tiongkok," ujar Sri Mulyani melalui Video Conference di Jakarta, Jumat (17/4).

Kehilangan pendapatan tersebut disebabkan oleh penutupan dan pembatasan operasional di beberapa bandara seluruh Indonesia. Hingga kini terdapat 15 bandara yang menutup kegiatan penerbangan.

"Penerbangan di 15 bandara dibatalkan. Ini berdampak pada angka turis menurun 6.800 per hari," jelasnya.

Berbagai tindakan yang dilakukan menekan penyebaran pandemi juga memukul sektor hotel dan restoran. Dari 6.000 hotel di Indonesia tingkat okupansi hotel turun secara rata-rata mencapai 50 persen, bahkan di beberapa tempat penurunannya bisa capai 90 persen.

"Menperekraf juga menyampaikan potensi kehilangan devisa signifikan. Di sisi lain inflasi terjaga di bawah 3 persen dan jumlah pekerja yang dirumahkan dalam hal ini dari April adalah 1,24 juta dari pekerja sektor formal, sektor informal pencatat harus dilihat lagi 265.000 pekerja," tandas Sri Mulyani.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Dihantam Corona, Industri Penerbangan Diusulkan Butuh Stimulus

Pengamat penerbangan Gatot Raharjo, menyarankan kepada pemerintah agar mengeluarkan stimulus agar transportasi penerbangan tetap bergairah, menyusul dikeluarkannya peraturan Menteri Perhubungan nomor 18 tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19, bahwa pasal 14 bagian C bertentangan dan tak sesuai kondisi lapangan.

“Agar penerbangan tetap bergairah, seyogyanya perlu dipertimbangkan dengan serius dan segera kebijakan-kebijakan lain, terutama terkait dengan pemberian stimulus. Tidak saja bagi maskapai, juga stakeholder lain seperti misalnya bengkel perawatan dan perbaikan pesawat, ground handling dan lainnya,” kata Gatot dalam keterangannya kepada Liputan6.com, Senin (13/4/2020).

OJK Proaktif Beri Ruang Gerak Industri Jasa Keuangan di Tengah Corona  Ia menyaranan stimulus tidak harus berupa pemberian dana segar, namun bisa dengan cara lain hanya untuk melancarkan cash flow perusahaan. Misalnya bisa berupa penundaan pembayaran bahan bakar (avtur), menurunkan atau meniadakan bea masuk suku cadang, landing fee, jasa navigasi dan tarif jasa bandara lainnya.

Selain itu, untuk membantu penumpang, bisa juga dipertimbangkan untuk menghapuskan atau menaikkan presentase tarif batas bawah dari tarif batas atas, misalnya dari 35 persen menjadi 50 persen dari batas atas sehingga Toko Bebas Bea (TBB) lebih murah, dan menunda pelaksanaan free baggage allowance, bagi maskapai yang menerapkannya.

Sedangkan untuk menggairahkan bisnis kargo udara dan kesinambungan supply chain kebutuhan bahan pokok masyarakat, perlu dipertimbangkan untuk dibuat pengecualian dalam kondisi force majeur, terkait  ketentuan teknis operasional operasi pesawat udara komersial. 

Caranya, sebagian seat kosong pesawat komersial dijadikan compartment cargo tambahan. Ketentuan ini dapat dilaporkan ke Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) sebagai pengecualian sementara selama pandemi Covid-19 berlangsung.

3 dari 3 halaman

Libatkan Banyak BUMN

Gatot mengatakan, ha-hal itu dapat dilaksanakan karena sebagian besar perusahaan yang terlibat adalah badan usaha milik negara (BUMN) seperti Pertamina, AP I dan II, Airnav, Garuda, Citilink, GMF dan lainnya.

Bahkan dalam masa sulit seperti sekarang ini, diperlukan kerjasama yang kompak terutama di lapangan antara negara (BUMN) dan pihak swasta. Dengan demikian bidang penerbangan nasional bisa tetap bertahan selama pandemi Covid 19 dan bisa meneruskan kelangsungan usahanya setelah pandemi selesai.

“Ingatlah bahwa transportasi udara sangat diperlukan di masyarakat dan negara Indonesia yang wilayahnya berbentuk kepulauan ini. Kelangsungan usaha penerbangan yang sehat juga akan memperlancar supply chain dan mempengaruhi seberapa cepat pemulihan perekonomian Indonesia pasca pandemi Covid 19,” tutupnya.  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.