Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani dalam video konverensi APBN KiTa, Jumat (17/4/2020), hingga 31 Maret 2020, memaparkan realisasi belanja negara yang tercatat Rp 452,4 triliun atau 17,8 persen terhadap APBN 2020. Realisasi belanja negara tersebut hanya tumbuh 0,1 persen.
Dalam paparannya, belanja pemerintah pusat tercatat tumbuh 6,6 persen yang sebesar Rp 277,9 triliun. Sementara transfer ke daerah dan dana desa terealisasi sebesar Rp 174,5 triliun atau tumbuh 8,8 persen.
Baca Juga
"Pada bulan Maret ini kita sudah membelanjakan Rp 143 triliun untuk Kementerian lembaga dan Rp 134,9 triliun untuk non kementerian lembaga. Dua-duanya tumbuh positif 11 persen dan 2,2 persen," jelas Menkeu.
Advertisement
Dengan demikian, belanja pemerintah pusat tumbuh 6,6 persen, untuk belanja ke daerah terjadi kontraksi dari belanja Rp 174,5 triliun, ini lebih kecil dibandingkan tahun lalu yang pada bulan Maret belanja mencapai Rp 191,3 triliun atau terjadi kontraksi 8,8 persen," jelas Menkeu.
Sri Mulyani nambahkan, dengan demikian, posisi pada Maret ini, keseimbangan primer tercatat negatif Rp 2,6 triliun. Dibandingkan Maret tahun lalu sebesar negatif Rp 32,5 triliun, masih jauh lebih kecil.
Pemerintah Tarik Utang Rp 76,5 Triliun hingga Maret 2020
Menteri Keuangan Sri Mulyani mencatat hingga akhir Maret 2020 pembiayaan utang mencapai 21,7 persen atau sekitar Rp76,5 triliun dari Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN). Utang tersebut terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman.
"Sampai Maret kita sudah merealisasikan penerbitan SBN neto sebesar Rp83,9 triliun atau 21,6 persen terhadap APBN. Pinjaman neto justru landai Rp 7,4 triliun atau 19,8 persen," ujar Sri Mulyani dalam Video Conference di Jakarta, Jumat (17/4/2020).
Jumlah utang diperkirakan masih akan mengalami peningkatan karena pasar keuangan mengalami guncangan yang cukup besar akibat pandemi Virus Corona. Berbagai negara juga melakukan hal yang sama untuk menekan dampak pandemi.
"Dari sisi pembiayaan akan mengalami peningkatan yang cukup besar. Ini terutama dalam sebuah situasi di mana pasar bonds baik dalam negeri atau dalam negeri mengalami guncangan akibat Covid-19 ini," jelas Sri Mulyani.
Sri Mulyani melanjutkan, pilihan menarik utang baru juga dipertimbangkan karena penerimaan negara yang terus tertekan sedangkan pemerintah harus menggelontorkan belanja yang cukup besar terutama untuk sektor kesehatan.
"Hari ini kita akan melihat postur pembiayaan akan mengalami perubahan seiring dengan tadi penerimaan negara yang mengalami tekanan dan belanja negara yang mengalami akselerasi terutama untuk membantu bidang kesehatan dan sosial dan membantu sektor ekonomi kita," tandasnya.
Advertisement