Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah mempersiapkan kembali skema pemberian bantuan kepada pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan dunia usaha dari dana cadangan sekitar Rp150 triliun. Adapun anggaran tersebut masuk dalam stimulus III yang nilainya mencapai Rp 405,1 triliun.
"Pemerintah di sisi pembiayaan cadangkan pembiayaan Rp 150 triliun untuk dukungan bentuk lain UMKM, dunia usaha," kata Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani, dalam video conference di Jakarta, Selasa (21/4).
Baca Juga
Dia menyebut skema pemberian bantuan pembiayaan ini masih dibahas sekaligus dimatangkan antara pemerintah bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Advertisement
"Ini terkait perbankan skema ini masih di siapkan pemerintah dengan perbakan dengan OJK, BI, dan LPS untuk bagaimana tangani dampak dari kegiatan sektor ekonomi dan keuangan," jelasnya.
Menurutnya, skema bantuan ini melengkapi langkah pemerintah dalam mengatasi dampak virus Corona. Pemerintah sendiri sudah mengalokasikan anggaran untuk sektor kesehatan, sosial safety net atau perlindungan sosial, dan yang terakhir adalah bantuan kepada dunia usaha.
"Jangan sampai dunia usaha betul-betul stop diharap bisa meringankan beban dan dalam waktunya mereka bisa pulih dan berkembang kembali," ungkapnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Beda saat Krisis 1997, Pandemi Corona Justru Hantam Pelaku UMKM
Pemerintah melalui OJK telah mengatur keringanan kredit bagi masyarakat terdampak covid-19 dalam POJK No. 11/POJK.03/2020 tentang relaksasi atau kelonggaran kredit bagi debitur terdampak COVID-19.
Selain itu, Kepala Ekonom BCA, David Sumual, melihat bahwa kondisi permodalan perbankan sangat baik. Sehingga macetnya kredit bisa lebih teratasi.
"Bank kalau dari sisi posisi kondisi permodalannya, baik. Jauh lebih baik dari krisis tahun 1997. Dan Bank memang seuai arahan dari OJK, sudah melakukan berbagai langkah antipasi. Perbankan secara keseluruhn saya perhatikan mereka juga mulai melakukan pencadangan yang kemungkinan kredit macet ke depan," kata David dalam video koncerensi, Senin (20/4/2020).
Berbeda dengan krisis tahun 1997, David menyebutkan bahwa yang terimbas saat itu didominasi oleh perusahaan besar. Sedangkan untuk saat ini, yang terimbas sebagaian besar merupakan pengusaha menengah ke bawah dan UMKM.
"Ini berbeda dengan tahun 1997, dimana pada tahun itu kebanyakan yang terpukul itu korporasi besar, terutama yang utangnya dollar dan penghasilannya Rupiah, dan kali ini sepertinya memang pengusaha menengah ke bawah yang harus kita perhatikan betul," kata dia
Sehingga, lanjut David, dari pemerintah diharapkan stimulusnya lebih banyak diberikan kepada pengusaha menengah ke bawah dan masyarakat secara keseluruhan.
Advertisement
Stimulus Kredit OJK Bikin UMKM Kembali Bernafas
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis aturan mengenai kelonggaran kredit bagi debitur-debitur yang terdampak virus corona (Covid-19) baik secara langsung maupun tidak langsung. Aturan restrukturisasi kredit tersebut diatur dalam POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian sebagai Kebijakan Countercyclical.
Dalam aturan disebutkan, kelonggaran bisa untuk debitur dari sektor pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian, dan kelautan. Pemberian perlakuan khusus tersebut tanpa melihat batasan plafon kredit atau pembiayaan.
Sejumlah nasabah, baik UMKM hingga ojek online pun sudah banyak yang menerima fasilitas kelonggaran kredit tersebut. Dengan relaksasi kredit tersebut, pelaku usaha dan debitur lainnya dapat terbantu dan bertahan menghadapi kondisi yang menantang.
Contohnya Hatma, seorang debitur PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Hatma memiliki usaha pengolahan hasil laut berupa rajungan, cumi, dan ikan yang berlokasi di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Ia menjadi pemasok produk rajungan yang seluruhnya diekspor ke Amerika Serikat. Akan tetapi, sejak merebaknya pandemi virus corona (Covid-19), usahanya terpukul.
“Sekarang sama sekali tidak ada ekspor. Tidak berani membeli karena tidak bisa dipasarkan. Stop sama sekali,” ujar Hatma ketika dihubungi di Jakarta, Kamis (16/4/2020).
Hatma menerangkan, dalam menjalankan usahanya, ia bekerja sama dengan sebuah perusahaan di Makassar, Sulawesi Selatan. Namun, begitu virus corona merebak, produk rajungan yang dipasoknya tidak bisa dijual karena terhentinya permintaan dari Negeri Paman Sam. Kondisi ini terjadi sejak awal Maret 2020, hingga akhirnya produksinya terhenti.
“Sebulan lalu sudah mulai (tersendat), pernah jalan lagi sebentar. Berhenti sekarang karena tidak bisa dijual. Maret sudah mulai tersendat karena permintaan dari Amerika tidak ada sama sekali,” terangnya.
Lalu, ia pun berinisiatif menghubungi pihak Bank Mandiri untuk menjelaskan kondisi bisnisnya yang tak memungkinkan untuk membayar cicilan kredit. Keringanan kredit pun ia ajukan. Akhirnya, dalam proses yang relatif cepat, Hatma berhasil memperoleh restrukturisasi kredit.
Ia diberi penangguhan pembayaran pokok dan bunga, serta perpanjangan jangka waktu kredit selama 12 bulan. Proses pengajuan keringanan kredit tersebut diakui Hatma hanya memakan waktu sekitar 10 hari.
“Pembayaran kredit dijadwal ulang. Jadi satu tahun saya tidak membayar. Satu tahun kemudian saya baru membayar lagi. Cepat prosesnya,” terang Hatma.