Liputan6.com, Jakarta - Pelaku usaha di sektor industri minyak dan gas (migas) kini tengah dikhawatirkan dengan harga minyak mentah dunia yang kian merosot. Seperti yang terjadi pada harga minyak mentah berjangka Amerika Serikat (AS) acuan West Texas Intermediate (WTI) yang minus USD 37,63 per barel pada perdagangan Senin (20/4/2020).
Harga negatif tersebut belum pernah terjadi sebelumnya untuk kontrak berjangka. Penurunan drastis harga minyak mentah WTI dipicu oleh melemahnya permintaan pasar di tengah pandemi virus corona (Covid-19).
Kendati demikian, Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Indonesia Berly Martawardaya menilai, para pelaku usaha di sektor minyak dan gas (migas) masih akan kuat menghadapi kejatuhan harga minyak.
Advertisement
Pernyataan itu diperkuat dengan beberapa indikator seperti produk minyak yang bisa disimpan untuk jangka panjang. Hal itu membuatnya percaya bahwa perusahaan migas tak akan sampai membuat kehebohan seperti melakukan aksi pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran.
"Dibandingkan sektor-sektor lain, pengusaha sektor migas secara umum yang paling kuat cashflow dan akses to finance-nya. Kan produk mereka bisa disimpan dulu, enggak rusak kayak sayur yang harus dijual dalam waktu singkat," jelas Berly kepada Liputan6.com, Rabu (22/4/2020).
"Jadi saya bilang sih sektor migas relatif aman dari PHK. Pekerja sektor ini juga sedikit karena capital intensif," tegas dia.
Namun, ia memberi catatan, yang jadi masalah bagi sektor migas saat ini adalah terkait penyimpanan. Dengan demikian, Berly memprediksi beberapa pelaku migas akan memilih untuk memangkas produksi minyak seperti yang telah dilakukan Arab Saudi dan Rusia.
"Betul bahwa produk migas bisa disimpan jangka panjang. Tapi dengan produksi berjalan as usual dan konsumsi berkurang maka inventory numpuk. Jadi likely sebagian aktor migas akan kurangi produksi supaya tidak overcapacity," tuturnya.
Harga BBM Bakal Turun Signifikan di Mei 2020?
Anjloknya harga minyak mentah dunia saat ini membuat sejumlah negara menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) lebih dari 50 persen. Namun hal tersebut tak berlaku di Indonesia, dimana harga BBM belum kunjung turun sejak awal Februari 2020.
Sejumlah pihak menuding, itu terjadi lantaran keluarnya Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 62K/MEM/2020 yang diteken pada 28 Februari 2020 dan berlaku per 1 Maret 2020.
Dalam aturan baru ini, penentuan harga BBM bergantung pada harga produk minyak hasil kilang di Singapura (Mean of Platts Singapore/MOPS) atau acuan Argus, dimana perhitungannya menggunakan rata-rata harga publikasi dua bulan ke belakang untuk penetapan harga BBM di bulan berjalan.
Baca Juga
Mengacu pada formulasi tersebut, Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Indonesia Berly Martawardaya menduga harga BBM di Indonesia baru akan turun signifikan pada Mei 2020.
"Berarti kalau pake rumus ini maka bulan depan akan turun signifikan," ujar Berly kepada Liputan6.com, Rabu (22/4/2020).
Sebagai perbandingan, Berly memaparkan, formula harga jual BBM ketika terakhir kali mengalami penurunan di awal Februari masih berpatok pada Kepmen ESDM lama Nomor 187K/MEM/2019 yang diteken pada 7 Oktober 2019 oleh Menteri ESDM saat itu, Ignasius Jonan.
Advertisement
Besaran Harga BBM
Berdasarkan aturan yang efektif berlaku per 1 Januari 2020 ini, ditetapkan konstanta untuk jenis bensin RON di bawah 95 dan CN 48 Rp 1.000 per liter. Selain itu, konstanta untuk jenis bensin RON 95, RON 98 dan CN 51 memiliki besaran Rp 1.200 per liter.
Angka tersebut meninggi pada Kepmen ESDM baru Nomor 62K/MEM/2020, dimana terjadi perubahan besaran konstanta yakni Rp 1.800 per liter untuk RON di bawah 95 dan CN 48, serta Rp 2.000 per liter untuk RON 95, RON 98 dan CN 51.
Dengan diterbitkannya Kepmen ESDM baru, Berly mengutarakan, harga BBM kemungkinan memang akan turun signifikan pada Mei mendatang. Namun, ia belum bisa menyebutkan hingga seberapa besar penurunannya.
"Saya enggak tahu formula persisnya. Tanyakan ke ESDM dan BPH Migas," tukas dia.