Sukses

Turunkan Harga Gula, Mendag Agus Pangkas Rantai Distribusi

Kecukupan stok gula nasional didasari oleh keputusan pemerintah untuk impor gula.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto mengatakan, pangkal masalah kenaikan harga gula adalah akibat proses distribusi yang tersendat. Imbasnya gula dibanderol melebihi harga eceran tertinggi atau HET yang dipatok pemerintah Rp 12.500 per kilogram (kg).

"Pada dasarnya stok (gula) cukup. Tinggal mengatur distribusi lancar," kata Agus melalui video conference, Rabu (29/4/2020).

Menurutnya, kecukupan stok gula nasional didasari oleh keputusan pemerintah untuk impor gula. Sehingga dipastikan stok gula nasional dapat mencukupi kebutuhan masyarakat di tengah pandemi Corona covid-19.

Untuk memperlancar proses distribusi gula, Kemendag akan memotong mata rantai penyaluran gula dengan cara penugasan melalui distributor yang berafiliasi dengan retail modern.

Selain itu, optimalisasi tol laut menjadi 26 trayek untuk percepatan distribusi gula.

Di samping itu, Kemendag akan menyurati sejumlah Gubernur yang wilayahnya menerapkan aturan PSBB untuk membantu kelancaran penyaluran gula yang termasuk komoditi utama masyarakat.

Lebih lanjut, Agus mengungkapkan pihaknya bekerjasama dengan Satuan Tugas (Satgas) Pangan membentuk tim pengawas untuk memastikan harga gula tidak melebihi HET. Nantinya, tim pengawas bertugas mengawal dan mengawasi distribusi gula dan harga di pasaran.

"Gula akan dipastikan (sesuai) HET. Enggak mengalami perubahan masih Rp 12.500 per kg," tegas dia.

2 dari 2 halaman

Harga Gula Capai Rp 20 Ribu per Kg, Pedagang Sebut Tertinggi dalam Sejarah

Sebelumnya, Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri, meminta agar pemerintah tidak hanya menyalurkan pasokan gula di pasar modern atau ritel saja. Pemerintah juga harus memperhatikan pasar tradisional karena saat ini pasokan telah menipis.

“Gula ini sebenarnya lebih mudahnya saya sampaikan stok yang ada tolong guyur ke pasar, kalau masih di luar pasar contoh operasi pasar di luar pasar kami yakin berpengaruh, jadi stok di pasar tuh harus banyak dan jangan ritel, dikit-dikit ritel, itu tidak ada pengaruh,” kata Abdullah kepada liputan6.com, pada Jumat 24 April 2020.

Karena menurut Abdullah, ia melihat sistem ekonomi yakni sistem supply dan demand harus seimbang. Kalau pasokan besar permintaan juga cukup maka harga gula otomatis akan turun sendiri.

“Kalau kita lihat ritme tahunan harga gula itu tertinggi sebenarnya Rp 15.000 kg pada 2018, walaupun kondisinya sama kita kekurangan dan kita impor. Memang setiap tahun impor, tapi ritme harganya sangat berbeda dengan sekarang, apakah mungkin karena dolar AS juga naik, dan juga kondisi Corona yang membuat seperti ini, tapi faktanya memang harga Rp 19.000 per kg itu harga tertinggi sepanjang sejarah kita,” ungkapnya.

Bahkan di beberapa daerah terutama di luar Jawa, saat ini harga gula sudah di atas angka Rp 20.000 per dolar AS. 

Maka dari itu, ia menyampaikan jika memang pemerintah sudah melakukan impor gula maka harus disalurkan ke pasar tradisional.

“Tolong kebutuhan di pasar dipenuhi, supply dan demand harus seimbang khusnya pasar tradisional, karena asumsi saya gula ini banyak dipasok ke ritel dan tidak ke pasar tradisional. Maka kami minta kepada pemerintah lebih berpihaklah kepada para pedagang jangan ke ritel terus,” ujarnya.

Dengan begitu, apabila supply dan demand aman, harga gula pasir bisa terjaga. Namun ia menyebut jika pemerintah masih berpikir operasi pasar bisa menyelesaikan masalah, pemenuhan di ritel modern bisa menurunkan harga di pasar,

“Ya cilaka pemikiran itu,” ujarnya.

Sederhananya ia meminta agar stok gula pasir yang ada ditumpahruahkan ke pasar tradisional, karena patokannya itu ada di pasar tradisional bukan di pasar modern.