Sukses

Dampak Corona di Sektor Minerba Belum Terasa di Kuartal I 2020

Tata kelola pertambangan harus beralih dari natural resources capital (hanya mengandalkan SDA) menjadi sustainable growth (disertai pengembangan berkelanjutan).

Liputan6.com, Jakarta - Penyebaran wabah virus Corona di Indonesia yang semakin meningkat diprediksi memukul sektor mineral dan batu bara (minerba) dalam jangka panjang.

Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Sektor Minerba Irwandy Arif menyatakan, pengaruh Corona belum begitu menjatuhkan lini bisnis sektor mineral dan batu bara di kuartal I 2020, namun berpotensi berbahaya di kuartal selanjutnya.

"Pengaruh covid-19 ini belum terlalu kelihatan di kuartal I 2020, periode Januari-Maret, kami punya datanya untuk membuktikan pernyataan ini. Nah, yang akan sedikit was-was adalah bagaimana nasib di 3 kuartal yang akan datang," kata Irwandy dalam diskusi virtual, Rabu (29/4/2020).

Lebih lanjut, penyebab menurunnya kinerja sektor minerba setidaknya disebabkan oleh 2 hal, yaitu kegagalan pasar dan kegagalan kebijakan.

Kegagalan pasar sendiri adalah kondisi permintaan dan penawaran yang tidak sejajar. Dirinya membandingkan dengan harga minyak dunia yang saat ini anjlok gegara Corona karena mobilitas di sektor transportasi dan manufaktur berhenti.

"Sama seperti minyak, sektor minerba juga begitu. Nggak bisa berhenti produksinya, harus dilakukan terus, begitu pasarnya nggak jalan, semua tambang tidak akan berkembang," ujarnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kebijakan yang Memperburuk

Sementara faktor kebijakan kegagalan berarti kebijakan atau peraturan pemerintah yang disusun tidak bisa menangani kegagalan pasar tersebut, yang ada hanyalah memperumit dan memperburuk keadaan.

Oleh karenanya, Irwandy menegaskan, tata kelola pertambangan harus beralih dari natural resources capital (hanya mengandalkan SDA) menjadi sustainable growth (disertai pengembangan berkelanjutan).

"Harus ada penemuan dan pengembangan, lalu nilai SDA harus disalurkan ke pemerintah melalui pajak, kemudian nilai yang cukup dari SDA harus masuk dalam pembentukan aset dan pembentukan aset tersebut harus melalui investasi domestik," tuturnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.