Liputan6.com, Jakarta - Pelanggan listrik kelompok 900 VA hingga 1.300 VA ramai-ramai mengeluhkan kenaikan tarif listrik yang dinilai tidak wajar. Padahal, mereka mengklaim tidak melakukan aktivitas yang boros listrik. Ada juga yang menyatakan tidak WFH sehingga harusnya tagihan listrik masih di ambang wajar.
PLN sendiri menyatakan tidak melakukan penyesuaian tarif listrik sejak beberapa tahun belakangan. Sebenarnya, apa yang membuat tarif listrik melonjak hingga berlipat ganda?
Baca Juga
Peneliti Auriga Nusantara Iqbal Damanik menyatakan, kecil kemungkinan bagi PLN melakukan penyesuaian tarif listrik karena tarif diatur melalui Keputusan Menteri (Kepmen).
Advertisement
"Tarif itu diatur melalui Kepmen, jadi sulit kalau tiba-tiba naik. Termasuk tambahan pajak daerah ditetapkan sama Perda. Jadi kalau tiba-tiba naik rada enggak mungkin," saat dihubungi Liputan6.com, Senin (4/5/2020).
Dirinya sempat melakukan perhitungan tarif listrik beberapa pelanggan kelompok 1.300 VA. Hasilnya, tarif listrik masih sama, sekitar Rp 1.500 per kWh.
"Hasil perhitungannya rata-rata Rp 1.50 per per kWh, ada yang Rp 1.514 per kWh, ada yang Rp 1.508 per kWh. Harga tepatnya Rp 1.467 per kWh. Selisihnya adalah pajak-pajak, penerangan jalan bisa sampai 5 persen, tergantung daerah," katanya.
Sehingga, spekulasi yang paling mungkin dari lonjakan tarif listrik ini ialah pemakaian yang tidak disadari meningkat. Namun, ada juga faktor lain, yaitu ketika pelanggan pasca bayar tidak mengirimkan catatan kWh meter secara mandiri ke kontak PLN.
Media sosial Twitter PLN @pln123 menginformasikan tata cara pelaporan meter kWh mandiri karena di masa pandemi, petugas PLN tidak bisa datang mencatat meter kWh imbas penerapan protokol kesehatan.
Petugas Meter Tak Datang
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyatakan karena petugas PLN pencatat meter tidak datang untuk memeriksa dan tidak semua pelanggan mengirimkan pembacaan meter kWh, PLN bisa saja menggunakan estimasi atau perkiraan konsumsi listrik rata-rata dari tahun lalu.
"Nah, inilah yang bisa menimbulkan adanya lonjakan listrik. Ada diskrepansi antara waktu meter dicatat dengan keluarnya rekening tagihan di awal bulan," kata Fabby kepada Liputan6.com.
Oleh karenanya, jika skenarionya memang demikian, maka seharusnya perbedaan catatan meter akan direkonsiliasi sesudah nanti pencatat meter melaporkan hasil pembacaaan meter pasca pandemi virus Corona.
Advertisement