Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sebanyak 1,02 juta nasabah perbankan baik UMKM maupun Non-UMKM telah melakukan restrukturisasi kredit sebagai dampak dari pandemi Virus Corona. Kredit 1,02 juta debitur tersebut dengan nilai Rp 207,2 triliun dengan rincian nasabah UMKM mencapai Rp 99,36 triliun dengan debitur sebanyak 819.923 UMKM sisanya non UMKM.
"Ini sudah ada sejumlah Rp 207,2 triliun yang di restrukrisasi. Jumlah debitur di perbankan sudah 1,02 juta. Restrukturisasi UMKM di perbankan sudah Rp 99,3 triliun atau 819 ribu lebih ini khusus UMKM," ujar Ketua Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso dalam rapat terbuka bersama DPR, Jakarta, Rabu (6/5).
Baca Juga
Wimboh mengatakan, untuk non-bank jumlah restrukrisasi sudah Rp 28,1 triliun debitur 735 ribu lebih. Restrukturisasi tersebut masih terus berjalan, jadi masih terus dinamis. Besarnya restrukturisasi nantinya akan menentukan berapa kebutuhan pinjaman likuiditas untuk perbankan.
Advertisement
"Dan ini kita harapkan dengan cara ini kita akan mendapatkan informasi yang akurat kira-kira seberapa besar, yang potensi nanti kalau yang direstrukrisasi ini akan memerlukan pinjaman likuiditas," jelasnya.
Wimboh menambahkan, pihaknya bersama anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) lainnya terus berupaya agar dampak Virus Corona tidak terlalu besar bagi masyarakat.
"Kami sepakat bahwa Covid-19 ini bagaimanapun harus kita upayakan agar dampak minimal kepada masyarakat, sektor riil, dan juga sektor keuangan. Yang kita lakukan berkaitan sektor keuangan kita tidak bisa sendiri. Kita bersama-sama dengan pemerintah, Gubernur BI, dan dengan sektor keuangan," paparnya.
Â
Kredit Macet Sebelum Covid-19 Tak Direkstrurisasi
Wimboh melanjutkan, dalam hal restrukturisasi kredit selama ini ada perbedaan antara masyarakat dan bank dalam pelaksanaannya.
Namun dia menegaskan, perbankan tidak akan melakukan restrukturisasi kredit bagi nasabah yang sudah mengalami kredit macet sebelum pandemi Virus Corona.
"Khusus penyangga restrukturisasi. Ini masyarakat nggak paham, terjadi perbedaan antara masyarakat atau debitur dengan bank, sehingga seringkali terjadi distorsi di lapangan. Kami sampaikan bahwa dalam restrukturisasi ini governance harus betul. Bahwa kredit yang bisa restrukturisasi ini kreditnya nggak macet sebelum Covid-19, kalau sudah macet nggak bisa di restrukturisasi," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Advertisement