Sukses

Perppu 1/2020 Bantu Pemerintah Percepat Penanganan Virus Corona

Semua bentuk pelayanan harus diberikan secara cepat dan tepat sesuai dengan perkembangan pandemi.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah telah merilis berbagi kebijakan untuk memitigasi dampak dari pandemi covid-19. Mulai dari Perppu 1/2020, Perpres dan berbagai kebijakan dari Kementerian dan Lembaga K/L sebagai upaya melancarkan pengambilan kebijakan terkait dengan perkembangan covid-19.

Sementara ada yang menilai terbitnya Perppu adah sebagai tameng hukum pemerintah yang rawan disalah gunakan, Staf Khusus Menteri Keuangan RI, Yustinus Prastowo menjelaskan bahwa dengan adanya Perppu, justru kebijakan di tengah pandemi akan lebih sigap diambil.

Pasalnya, semua bentuk pelayanan harus diberikan secara cepat dan tepat sesuai dengan perkembangan pandemi, termasuk pelebaran defisi untuk memaksimalkan bantuan kepada masyarakat terdampak.

"Dengan Perppu defisit lebih leluasa karena boleh di atas 3 persen sampai 2022, supaya tidak ugal-ugalan. Kalau pemerintah ugal-ugalan, sekarang cetak duit atau memperbesar utang, bunuh diri. Karena tahun berikutnya, pemerintah sendiri yang harus nutup defisit itu," kata Prastowo dalam diskusi daaring Syndicate Forum, Jumat (15/5/2020).

Sementara, lanjut Prastowo, waktu 2 tahun (hingga 2022) sangat pendek untuk bisa menurunkan defisit kurun waktu tersebut. Sehingga, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membuat batas defisit maksimal 5,07 persen agar tetap bisa masuk dalam cakupan yang mampu dikelola opeh pemerintah.

"Selain itu, dengan adanya Perppu kita bisa melakukan refocusing realokasi anggaran, dan ada skema pembiayaan lain, termasuk menggunakan dana abadi, lalu gibah, termasuk menggunakan utang sebagai alternatif," urainya.

2 dari 2 halaman

Pemulihan Ekonomi

Prastowo kembali menegaskan, menurut pemahaman penyusun Perppu, pasal 27 ayat (1) mengatakan bahwa yang dilindungi adalah pengambilan kebijakan untuk pemulihan ekonomi akibat covid-19.

Dengan disahkannya Perppu 1/2020 menjadi Undang-Undang, Prastowo mengatakan bahwa DPR tetap memiliki fungsi. Sebab, dalam Perppu pasal 12 diatur bahwa yang boleh dilakukan dengan Perpres adalah perubahan posturnya, sementara penyusunan APBN tetap dengan DPR.

"Bahkan turunan Perppu itu ada peraturan Menteri no 38, itu mengatur mekanisme pembahasan anggaran bersama dengan DPR, dan semua belanja itu via APBN. Dicatat LKPP supaya bisa diaudit oleh BPK, lalu dipertanggung-jawabkan kepada DPR," kata Prastowo.

Lebih lagi, Prastowo menyebutkan PP 23/2020 tentang perencanaan program Pemulihan Ekonomi Nasional yang pada bagian akhirnya disebutkan secara eksplisit bahwa monitoring evaluasi melibatkan BPKP dan Audit Internal Pemerintah (AIP).

"Bahkan semua keputusan program ini harus melibatkan para Menteri terkait dan diputuskan dalam sidang kabinet," pungkasnya.