Sukses

Ada Corona, Kemenperin Revisi Target Penurunan Impor 35 Persen di 2022

Kemenperin merevisi target pengurangan impor 35 persen dari sebelumnya di akhir 2021 menjadi akhir 2022.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian koreksi target pengurangan impor 35 persen hingga 2022, dari sebelumnya yang ditargetkan untuk dicapai pada akhir 2021.

Bukan tanpa alasan, pandemi covid-19 rupanya menjadi salah satu sebab terjadinya penyesuaian ini. Dalam halal bihalal virtual bersama media, Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang membeberkan bahwa sebelum covid-19 menjadi pandemi, Prompt Manufacturing Index (PMI) industri dalam negeri masih sangat baik.

"Beberapa bulan yang lalu industri kita sedang menggeliat, dimana ketika covid-19 belum menyerang secara masif di Indonesia, dimana PMI beberapa bulan yang lalu masih sangat baik," ujarnya, Rabu (27/5/2020).

"Sebetulnya, kami dari Kementerian Perindustrian sudah secara awal mencoba untuk merumuskan road map untuk kita bisa mendorong substitusi impor sebesar 35 persen. Tadinya kalau tidak ada covid-19, kita targetkan by the end 2021," sambung Agus.

Namun, lanjut Agus, karena ada wabah covid-19, maka Kementerian Perindustrian melakukan penyesuaian, dimana situasi pasar yang tengah lesu dibarengi dengan permintaan (demand) yang terus meningkat.

"Substitusi impor yang 35 persen, yang tadinya kami targetkan sebagai by the end of 2021, nah ini akan kami adjust dan kami akan menargetkan 35 persen pengurangan impor by the end of 2022," tegasnya.

2 dari 2 halaman

Tak Anti Impor

Agus juga menyampaikan bahwa dengan hal ini, bukan berarti Kemenperin anti terhadap impor. Menurutnya, jika memang harus impor, maka sebaiknya adalah impor yang dapat memberikan nilai tambah bagi industri dalam negeri.

"Kemenperin tidak alergi impor, kami tidak alergi impor, tapi impor itu menurut pandangan kami harus impor yang mempunyai nilai tambah yang bisa membantu produktivitas dari industri kita sendiri," kata dia.

Lebih lanjut, Agus menjelaskan bahwa pencapaian target ini nantinya akan memerlukan kerjasama dari banyak pihak, baik dari pemerintah di lain Kementerian/Lembaga, dunia usaha, perbankan, serta stakeholder yang lain.