Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah kembali menaikkan tarif BPJS Kesehatan melalui Perpres Nomor 64 Tahun 2020. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu menjelaskan bahwa kenaikan tarif iuran ini masih di bawah tarif sesuai hitungan aktuaria atau hitungan yang sesuai pengelolaan risiko.
"Iuran ini masih jauh dibawah perhitungan aktuaria, kelas I itu mestinya Rp 286 ribu sekian, kelas II Rp 184 ribu sekian, artinya segmen ini masih mendapatkan bantuan pemerintah sebenarnya," ujar Febrio dalam webinar BKF, Jumat (29/5/2020).
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 64/2020 tentang Jaminan Kesehatan, maka per 1 Juli mendatang iuran BPJS Kesehatan bagi peserta mandiri atau PBPU dan BP naik menjadi Rp 150 ribu per orang per bulan untuk kelas I dan kelas II menjadi Rp 100 ribu per orang per bulan.
Advertisement
Baca Juga
"Penyesuaian iuran hanya untuk peserta PBPU kelas I dan kelas II yang merupakan golongan menengah ke atas dan berlaku mulai 1 Juli 2020 segmen yang lain tidak mengalami perubahan," ujar Febrio.
Sementara untuk peserta kelas III, tahun ini pemerintah memberi subsidi selisih kenaikan tarif sebesar Rp 16.500 per orang per bulan. Sehingga, besaran iuran yang dibayarkan tetap Rp 25.500, dan baru akan naik pada 2021 menjadi RP 35.000 (tanpa subsidi).
Kenaikan Lebih Rendah
Menurut pemaparan Febrio, kenaikan ini lebih rendah jika dibandingkan dengan yang diatur dalam Perpres 75/2019, dimana masing-masing kelas di dalam perpres tersebut mengalami kenaikan iuran menjadi Rp 160.000, Rp 110.000 dan Rp 42.000.
Febrio menambahkan, pemberian subsidi ini bertujuan meningkatkan kepatuhan peserta dan mendorong peningkatan kepesertaan program JKN dalam rangka mewujudkan universal health coverage. Selain itu, pemberian bantuan ini juga merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah.
"Siapapun yang merasa keberatan membayar iuran kelas I dan II, pendapatannya turun karena pandemi misalnya, dapat turun ke kelas III," imbuhnya.
Advertisement