Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), mengusulkan kepada Pemerintah agar bisa menurunkan harga sejumlah komoditas BBM industri, listrik, dan gas di tengah kondisi perekonomian Indonesia yang lesu saat ini.
Sebab, APINDO menilai tingginya harga BBM di Indonesia sebagai bahan baku utama industri, menjadikan rendahnya daya saing bagi industri nasional. Terlebih harga minyak dunia juga telah mengalami penurunan di bawah USD 20 per barel di tengah pandemi Covid-19.
Ketua Umum APINDO, Hariyadi Sukamdani, menekankan pentingnya memastikan keberlangsungan usaha di tengah terpuruknya perekonomian saat ini akibat Covid-19.
Advertisement
“Keberlangsungan usaha dapat diupayakan, salah satunya dengan menurunkan harga BBM industri sebagai efisiensi produksi,” paparnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (30/5/2020).
Baca Juga
APINDO juga menyoroti tarif premium listrik yang dibebankan secara penuh kepada dunia usaha, sementara sejumlah industri saat ini belum beroperasi 100 persen. Atas kondisi tersebut, APINDO mengusulkan adanya:
- Penghapusan biaya premium-rekening minimum pemakaian listrik 40 jam menyala, termasuk untuk pelanggan industri premium 235 jam yang menyala selama masa pandemi Covid-19.
- Penghapusan mekanisme tagihan minimum gas oleh PGN, yang akan sangat meringankan beban biaya industri, mendapatkan flexibilitas untuk membayar energi sesuai dengan konsumsi gas yang mengikuti pemakaian dalam proses manufaktur.
- Penundaan pembayaran 50 persen tagihan PLN hingga Desember 2020 dengan jaminan cicilan berupa giro mundur selama 12 bulan.
- Penghapusan denda keterlambatan.
Harga Gas
Terkait dengan gas, APINDO mendorong pemerintah untuk segera mengimplementasikan penurunan harga gas bumi tertentu di titik serah pengguna gas bumi (plant gate) untuk seluruh sektor industri menjadi harga USD 6 per mmbtu.
Saat ini hanya 7 sektor industri yang bisa mendapatkan harga USD 6 MMBTU tersebut, sebagian besar industri masih membayar dengan harga yang jauh lebih mahal dari harga tersebut.
“Pengenaan tagihan gas seharusnya juga disesuaikan dengan konsumsi industri, bukan kontrak yang berlaku. Kami pun berharap pemerintah membebaskan biaya minimum untuk gas karena industri saat ini mengalami kesulitan yang luar biasa di masa pandemik COVID-19,” pungkas Hariyadi.
Advertisement