Sukses

Anggota DPR Usul Biaya Pelatihan Kartu Prakerja Dialihkan Jadi BLT

Program Kartu Prakerja harus dipastikan tepat sasaran.

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI Obon Tabroni mengatakan, sudah seharusnya program kartu prakerja dilakukan evaluasi secara menyeluruh.

Dalam kaitan dengan hal itu, setidaknya ada tiga catatan penting yang disampaikan oleh Obon, yakni pertama, dari sisi waktu. Proses atau antrian bagi peserta untuk bisa mendapatkan kartu pra kerja jangan terlalu lama.

"Saat ini banyak buruh yang ter-PHK dan kehilangan pekerjaan. Jangan sampai mereka menunggu berbulan-bulan untuk bisa mendapatkan kartu prakerja," kata Obon dalam keterangannya, Selasa (2/6/2020).

Selain itu, menurutnya proses yang mudah, harus dipastikan kartu prakerja tepat sasaran. Jangan sampai mereka yang seharusnya tidak berhak bisa mendapatkan. Sedangkan yang benar-benar membutuhkan malah tidak dapat.

Kedua, dari sisi konten atau materi pelatihan yang ada di dalam kartu pra kerja jangan asal. Untuk itu, menurut Obon, keberadaan konten berbayar harus ditinjau ulang.

"Kalau perlu materi yang ada di dalam kartu prakerja digratiskan saja. Sehingga bisa diakses oleh siapa saja yang membutuhkan," katanya.

Sedangkan yang ketiga, Obon Tabroni meminta agar alokasi untuk biaya pelatihan dialihkan kepada peserta dalam bentuk bantuan tunai.

"Dengan diberikan secara tunai, maka secara tidak langsung akan membuat perekonoomian menggeliat. Karena penerima kartu prakerja akan membelanjakan uang tersebut untuk keperluan konsumsi," pungkasnya.

2 dari 2 halaman

23 Kabupaten dan Kota Belum Salurkan BLT Dana Desa, Mayoritas di Papua

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) Abdul Halim Iskandar menyebutkan terdapat 23 kabupaten dan kota yang belum sama sekali menyalurkan BLT dana desa ke masyarakat.

Mayoritas kabupaten dan kota tersebut terletak di Papua dan 1 Kabupaten terletak di NTT. Dirinya menjelaskan, memang ada beberapa kendala dalam menyalurkan BLT dana desa di sana.

"Ini lokasinya di Papua semua, ada 1 di NTT ini memang karena kebijakan daerah untuk menunda penyaluran BLT dana desa," ujar pria yang akrab disapa Gus Halim ini dalam konferensi virtual, Selasa (2/6/2020).

Untuk di Papua sendiri, Gus Halim menjelaskan, kendala utamanya berada pada komunikasi. Untuk mengambil dan membawa dana dari Provinsi ke Kabupaten dan Kota memerlukan waktu yang cukup lama.

"Kita minta informasi saja kadang-kadang 3 hari baru dijawab, dan itu dijawabnya pun masih dalam perjalanan (BLT dana desa) ke Kabupaten dan atau Kota," ujarnya.

Karena masalah transportasi menjadi kendala penyaluran BLT dana desa di Papua, muncul lagi permintaan menggunakan dana desa untuk biaya transportasi.

Selain itu, Gus Halim bilang masalah lainnya adalah dana desa yang sudah habis dibagikan di tahap pertama sehingga harus menunggu lagi pencairan dana di tahap kedua.

"Tapi sudah ada beberapa daerah yang berjanji untuk menyalurkan dana desa hari ini," kata Gus Halim.

Sementara itu menurut data dari Kemendes PDTT, rincian kemajuan penyaluran BLT dana desa ialah 100 persen di 153 kabupaten dan kota, 75-99 persen di 144 kabupaten dan kota, 50-74 persen di 45 kabupaten dan kota, 1-49 persen di 69 kabupaten dan kota dan 0 persen di 23 kabupaten dan kota.Â