Liputan6.com, Jakarta Aktivitas perdagangan online rupanya turut memberi asa bagi terciptanya kisah seorang balerina yang sukses merajut hidup bak di cerita dongeng. Hal tersebut diguratkan Brynn Putnam, penari yang berhasil merintis bisnis startup dari nol hingga kini menjadi miliarder.
Hanya berbekal sebuah kaca, wanita ini bisa menjadi miliarder baru. Pandemi virus corona (Covid-19) yang telah merebak secara global sejak awal tahun ini ikut mendorong dirinya merintis kesuksesan bisnis.
Berkat Mirror, sebuah produk pelatihan fitnes online yang mengajak pengguna untuk latihan bersama instruktur dan pantulan dirinya di dalam kaca.
Bisnis Putnam di era pandemi saat ini bahkan bergeliat terbilang luar biasa. Sejak diluncurkan pada 2018, pengguna aplikasi Mirror telah melampaui proyeksi awalnya.
Bahkan, Forbes memprediksi perusahaan pencetus produk tersebut akan menjadi salah satu dari 25 unicorn baru.
Forbes menghitung pendapatan perusahaan pada 2019 menyentuh USD 45 juta (Rp 666 miliar). Angka pendapatan tersebut diprediksi bisa melonjak hingga USD 100 juta pada tahun ini.
Jumlah tersebut didapatkan berkat penjualan produk berbentuk kaca seharga USD 1.495, yang dilengkapi kelas streaming pelatihan tubuh senilai USD 39.
Lantas, bagaimana rekam jejak Brynn Putnam hingga dirinya bisa merajut kesuksesan menjadi seorang miliarder baru?
Brynn Jinnett Putnam merupakan seorang putri seorang pengacara dan yang tumbuh di kawasan Upper East Side Manhattan. Pada usia 3 tahun, ia mulai belajar menari.
"Ceritaku berawal ketika kedua orang tuaku mengajakku pergi ke restoran, di mana seseorang menyanyi di sana dan bermain musik secara live. Saya kemudian ikut naik ke atas panggung dan menari bersama sang penyanyi," papar Putnam seperti dikutip Forbes, Kamis (4/6/2020).
Pada usia 7 tahun, dia bergabung dengan Sekolah Balet Amerika. Debutnya bersama New York City Ballet kemudian dicatat oleh New York Times.
Di kala kebanyakan penari hanya berdansa, Putnam punya minat tambahan. "Ayahku berkata, akan hebat jika aku dapat belajar beberapa keterampilan lain," ungkapnya.
Putnam kemudian mengambil studi Sastra dan Budaya Rusia di Universitas Harvard. Pasca kuliah, ia melanjutkan perjalanan dengan Pennsylvania Ballet and Les Grands Ballets Canadiens de Montreal, mengajar ballet dan peregangan tubuh saat musim libur.
Studio kebugaran tubuh kala itu sedang booming, dan Putnam coba peruntungan membuka studionya sendiri untuk meraup pendapatan.
Pada saat itu, Putnam hanya punya USD 15 ribu di tabungan. Dia kemudian coba berkelana di jalanan Manhattan untuk mencari inspirasi.
Saat melewati sebuah gereja ortodox di kawasan Upper East Side, ia berjumpa dengan sekelompok orang berbahasa Rusia.
Percakapan tersebut lantas melahirkan Refine Method, sebuah bentuk pelatihan tubuh yang kini jadi salah satu motor bisnis Putnam.
2 dari 2 halaman
Tak Patah Arang
Putnam selanjutnya mengembangkan perangkat standar pelatihan tubuh dengan bantuan dari suaminya, yang telah mendirikan fintech startup.
Dia membangun prototipe kasar perangkat di dapurnya dengan sebuah tablet murah dari Amazon, komputer kecil berbiaya rendah yang kerap digunakan kaum penganut DIY (do it yourself).
Saat prototipe finalnya terlahir, Putnam hamil 7 bulan. Rintangan berikutnya, para investor menyuruhnya untuk menunda program kerjanya tersebut.
"Mereka tidak suka mendukung seorang pebisnis perempuan yang tengah mengandung 7 bulan," kata Putnam.
Tapi dia tak mau menunggu. Kerja kerasnya terbayar ketika Refine Method miliknya mendapat suntikan investasi dari Lerer Hippeau. Putnam dan tim kecilnya kemudian menemukan Mirror dari meja dapur.
Setelah dua tahun mendesain, Putnam merilis produknya yang kini diproduksi di Mexico pada September 2018.
Meskipun telat 6 bulan dari harapannya, produk tersebut keluar tanpa cacat, sebuah kemenangan besar untuk perangkat elektronik yang kompleks.
Dalam waktu singkat, Mirror sukses menarik selebritas papan atas seperti Kate Hudson untuk mempromosikan produk tersebut.
Usahanya menggandeng influencers dan memasang papan iklan jadi kunci keberhasilan ketimbang membangun pengikut dengan ads di Facebook dan Instagram, seperti banyak dilakukan perusahaan startup.
"Kita tahu dari awal bahwa kita meluncurkan bukan hanya produk baru, tapi juga kategori baru. Jadi kita harus memperkenalkan brand tersebut lebih besar daripada yang semustinya," ujar Putnam.
Advertisement