Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sektor industri perbankan sudah menyalurkan program restrukturisasi kredit hingga Rp 517 triliun. Sementara itu untuk restrukturisasi di perusahaan pembiayaan atau multifinance mencapai Rp 80,55 triliun.
Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso menjelaskan, restrukturisasi yang telah diberikan oleh bank untuk 5,3 juta debitur yang terdampak pandemi Covid-19.
Baca Juga
"Dari jumlah tersebut outstanding restrukturisasi UMKM sebesar Rp 250,6 triliun dengan 4,5 juta total debitur," kata Wimboh saat menggelar video conference di Jakarta, Kamis (4/6/2020).
Advertisement
Restrukturisasi kredit juga menyasar debitur non-UMKM dengan jumlah 780 ribu debitur. Adapun saldo pokok plafon pinjaman perjanjian kredit yang berhasil direstrukturisasi mencapai Rp266,5 triliun.
Sementara itu, restrukturisasi di perusahaan pembiayaan per 02 Juni mencapai Rp 80,55 triliun. Kemudian jumlah kontrak yang belum disetujui mencapai 2,6 juta, sedangkan 485 ribu kontrak masih dalam proses persetujuan.
Kebijakan restrukturisasi sendiri telah merujuk Peraturan OJK (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Covid-19.
Untuk mekanisme restrukturisasi kredit dilaksanakan berdasarkan penetapan kualitas kredit salah satunya ketepatan membayar. Sehingga restrukturisasi kredit di perbankan ataupun perusahaan pembiayaan langsung ditetapkan lancar.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Restrukturisasi Kredit Perbankan Bakal Gairahkan Sektor Properti
Sebelumnya, Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI), Totok Lusida, menyebut bahwa sektor properti sangat memiliki keterkaitan langsung dengan industri perbankan.
Menurutnya, dukungan perbankan amat penting, apalagi dengan kondisi pandemik sekarang ini yang semakin membuat para pengembang tertekan.
Menurut data BI per-Maret 2020, total kredit yang disalurkan oleh perbankan kepada 17 sektor industri adalah sebesar Rp 5.703 triliun, di mana 17,9 persen-nya disalurkan kepada sektor realestat sebesar Rp 1.024 triliun yang terdiri dari kredit konstruksi (351 triliun), kredit realestat (166 triliun) dan KPR KPA (507 triliun).
Dari Rp 1.024 triliun yang disalurkan ke sektor properti, Rp 62 triliun di antaranya adalah kredit modal kerja jangka pendek. Berdasarkan strukturnya, Rp 51,1 triliun (82 persen) penyalurannya ditujukan untuk modal kerja perusahaan properti terbuka.
BACA JUGA
Perlu dicermati bahwa 24 persen (Rp12,5 triliun) kredit modal kerja perusahaan properti terbuka tersebut merupakan hutang jangka pendek yang perlu ditangani secara cepat.
“Jelas sekali bahwa porsi kredit di sisi supply dan demand properti hampir berimbang. Kredit modal kerja dan konstruksi amat penting bagi pengembang untuk melakukan pendanaan awal, yang kemudian diteruskan oleh KPR KPA oleh konsumen. Jika salah satu porsi kredit ini terganggu maka pendanaan pengembang pasti akan terpukul,” kata dia dalam diskusi virtual di Jakarta, pada Kamis 14 Mei 2020.
Untuk itu, kata dia, sangat penting untuk menjalankan secara cepat restrukturisasi utang para pengembang dan konsumen properti. Sebab multiplier effect dari stimulus restrukturisasi tersebut dapat menggerakkan industri ikutan properti secara signifikan dan menyelamatkan tenaga kerja yang ada di dalam industri properti dan industri ikutannya serta meredam dampak sistemik jika terjadi NPL di perbankan.
Advertisement