Liputan6.com, Jakarta Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan, dana modal asing yang masuk ke Indonesia mengalir semakin deras. Hal ini dikarenakan keyakinan atau confidence investor menguat terhadap kondisi ekonomi Indonesia.
Adapun, inflow (dana asing yang masuk Indonesia) didominasi pembelian Surat Berharga Negara (SBN) yang semakin meningkat.
Baca Juga
"Confidence asing semakin lama semakin membaik, terbukti dari aliran modal asing ke SBN sejak minggu ke-2 bulan Mei, terus terjadi inflow," ujar Perry dalam konferensi pers virtual, Jumat (5/6/2020).
Advertisement
Tercatat, pada pekan ke-2 Mei terdapat inflow ke SBN sebesar Rp 2,97 triliun. Lalu pada pekan ke-3 terdapat inflow Rp 6,15 triliun, pekan ke-4 terdapat inflow Rp 2,54 triliun dan di awal Juni terdapat inflow Rp 7,01 triliun.
Perry menjelaskan, jika dana asing terus masuk ke Indonesia, maka nilai tukar rupiah juga akan terus berkuat. Ditambah dengan kebutuhan intervensi BI yang terus berkurang, cadangan devisa nantinya juga akan meningkat.
"Berkaitan dengan cadangan devisa, dengan nilai tukar rupiah yang terus menguat, mekanisme pasar, kebutuhan intevensi berkurang, aliran asing semakin besar, maka tentu cadangan devisa terus meningkat," ujar Perry.
Gubernur BI: Rupiah Masih Undervalued, Potensi Penguatan Terbuka Lebar
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus menguat pada pekan ini. Bahkan pada perdagangan Jumat ini, rupiah menembus level psikologis dan pada pukul 14.37 WIB berada di angka 13.860 per dolar AS.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo bersyukur atas penguatan nilai tukar rupiah ini. Namun dirinya menilai, rupiah masih berpotensi menguat karena saat ini nilainya masih dianggap terlalu murah (undervalued).
"Alhamdulillah sore siang ini sudah tembus di bawah 14.000 per dolar AS, alhamdulillah terus menunjukkan penguatan sejalan dengan pandangan kami, bahkan nilai tukar untuk hari ini kami pandang masih undervalued, sehingga ke depannya masih berpotensi menguat," ujar Perry dalam konferensi pers, Jumat (5/6/2020).
Perry menjelaskan, ada beberapa indikator mengapa rupiah diprediksi bisa terus menguat, yaitu inflasi, defisit transaksi berjalan, perbedaan suku bunga dan Credit Default Swap (CDS).
Dalam Survei Pemantauan Harga pekan pertama Juni, BI memperkirakan inflasi bulan Juni masih akan rendah di kisaran 0,4 persen month to month dan 1,81 persen year on year.
Defisit transaksi berjalan (Current Account Defisit/CAD) juga terpantau semakin membaik. Sepanjang 2020, CAD diperkirakan lebih rendah 2 persen dari PDB.
"Perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri, SBN kita yang 10 tahun itu 7,06 persen, suku bunga US Treasury Bond 10 tahun itu 0,8 persen, bedanya 6,2 persen, itu tinggi kan dan imbal hasil investasi aset keuangan Indonesia ini masih tinggi," jelas Perry.
Kemudian CDS Indonesia juga masih berada di kisaran 126 basis point setelah sebelumnya naik ke level 245 basis point pada Maret lalu.
Â
Advertisement