Sukses

Miris, 2 ABK Indonesia Lompat dari Kapal China Usai Jadi Korban Kerja Paksa

Dua awak kapal atas nama Reynalfi dan Andri Juniansyah ini mengaku sengaja melompat dari atas kapal saat melintasi Selat Malaka.

Liputan6.com, Jakarta - Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia kembali melaporkan kasus kerja paksa dan perdagangan orang yang dilakukan kapal ikan asing. Fisher Center Bitung melaporkan dua orang awak kapal Indonesia atau anak buah kapal (ABK) melompat dari kapal ikan bernama Lu Qian Yua Yu 901.

Dua awak kapal atas nama Reynalfi dan Andri Juniansyah ini mengaku sengaja melompat dari atas kapal saat melintasi Selat Malaka. Sebab, keduanya tak tahan dengan perlakuan dari kapten kapal dan sesama awak kapal berbendera China tersebut.

"Mereka melompat karena tidak tahan dengan perlakuan dan kondisi kerja di atas kapal yang sering mendapatkan intimidasi, kekerasan fisik dari kapten dan sesama ABK asal China," tutur Koordinator Nasional DFW-Indonesia, Abdi Suhufan, dalam siaran persnya, Jakarta, (8/6).

Setelah melompat dari atas kapal, keduanya mengapung di laut selama 7 jam. Mereka akhirnya ditemukan dan mendapat pertolongan dari nelayan Tanjung Baai Karimun.

Dugaan kerja paksa mengemuka setelah ditemukan adanya praktik tipu daya. Lalu, gaji yang tidak dibayar, kondisi kerja yang tidak layak, serta ancaman dan intimidasi yang dirasakan Andri Juniansyah dan Reynalfi.

Staf pengelola Fisher Centre Bitung, Laode Hardiani, mengatakan korban Andri Juniansyah sebelumnya direkrut oleh PT Duta Putra Group lewat agen/sponsor penyalur bernama SYF. Andry dijanjikan akan dipekerjakan pada salah satu perusahaan di Korea dengan gaji Rp 25 juta/bulan.

Sebelum bekerja Andry dan Reynalfi harus membayar sejumlah uang atau 'ngecash' kepada SFY. "Mereka membayar masing masing sebesar Rp 40 juta dan Rp 45 juta," kata Laode Hardiani.

Keduanya diduga merupakan korban sindikasi perdagangan orang. Praktik ini diduga melibatkan manning agent ilegal di dalam negeri dan jejaring internasional.

2 dari 2 halaman

Tertipu Saat Perekrutan

Andry dan Reynalfi diduga telah ditipu sejak awal perekrutan. Mereka diangkut dan dipindahkan dari kapal LU QIANG YU 213 ke kapal LU QIAN YUAN YU 901 yang melakukan operasi penangkapan ikan di Samudera Hindia.

Selain itu, Berdasarkan hasil screening Fisher Centre Bitung terhadap aduan keluarga korban, diketahui Andri dan Reynalfi telah bekerja 5 bulan lalu. Selama itu pula keduanya tidak pernah menerima gaji. Padahal, dalam dokumen yang diperoleh oleh Fisher Centre Bitung, Andry Juniansyah seharusnya mendapatkan gaji sebesar USD 430/bulan.

Sampai Juni 2020 sudah ada enam insiden dalam kurun waktu 8 bulan. Tercatat 30 orang awak kapal Indonesia menjadi korban kekerasan dalam bekerja di kapal ikan berbendera China.

"Dengan rincian 7 orang meninggal, 3 orang hilang dan 20 orang selamat,” kata Abdi.

Atas banyaknya kejadian ini, DFW-Indonesia meminta pemerintah Indonesia untuk secepatnya melakukan moratorium pengiriman ABK ke luar negeri. Terutama yang bekerja di kapal ikan China, baik legal maupun ilegal.

Aparat penegak hukum Indonesia juga diminta untuk melakukan upaya dan tindakan penegakan hukum kepada pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam tindak pidana perdagangan orang dan pelanggaran ketenagakerjaan lainnya.

"Tindakan hukum yang tegas perlu dilakukan kepada mereka yang terlibat dalam praktik yang tidak berperikemanusiaan ini" kata Abdi mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com