Sukses

Pemerintah Harus Pikirkan Program Pemulihan Ekonomi Jangka Panjang

Ekonom Senior Indef Faisal Basri menilai bahwa wabah Corona Covid-19 menciptakan krisis disiplin fiskal.

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Senior Indef Faisal Basri menilai bahwa wabah Corona Covid-19 menciptakan krisis disiplin fiskal. Hal tersebut terbukti dengan adanya Program Pemulihan Ekonomi Nasional ( PEN).

Faisal menjelaskan, program PEN merupakan strategi jangka pendek untuk mengurangi dampak dari Corona. Padahal seharusnya pemerintah juga memilirkan program jangka panjang karena wabah ini akan berlangsung jangka panjang juga.

“Program ini sifatnya jangka pendek, ada yang menyebut hanya untuk 3 bulan ada yang 6 bulan saja. Padahal krisis ini multidimensi belum ada kepastiannya,” kata Faisal dalam diskusi online Indef, Rabu (10/6/2020).

Ia pun menyarankan ke pemerintah untuk memikirkan rencana kedepannya. Baik iru recovery yang jangka pandek maupun jangka panjang. Selain itu, ia juga meminta agar program PEN fokus pada yang paling terdampak saja.

Kendati begitu, ia juga menyoroti program PEN untuk BUMN ini tak ada hubungannya dengan covid-19, ada tidak ada covid utang negara kepada BUMN itu tidak dibayarkan tepat waktu, bahkan bertahun-tahun.

Dia juga menyoroti program PEN untuk BUMN ini tak ada hubungannya dengan covid-19. Ada tidak ada covid, utang negara kepada BUMN itu tidak dibayarkan tepat waktu, bahkan bertahun-tahun.

"Saya dapat informasi dari pimpinan PLN, bahwa utang pemerintah ke PLN itu sebelum covid-19 mencapai Rp 73 triliun sampai akhir tahun ini. Jadi yang dibayarkan tidak semua juga untuk PLN, untuk Pertamina juga kira-kira separuhnya saja. Jadi gambaran umum itu separuh baru akan dibayar," ungkapnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Staf Menko Perekonomian: Hati-Hati Gelombang Kedua Corona

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Reza Yamora Siregar memperkirakan penyebaran virus Corona Covid-19 masih bisa terjadi dalam beberapa waktu ke depan. Apalagi pemerintah tengah melonggarkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yang artinya seluruh akses perekonomian dan pergerakan masyarakat dibuka kembali.

"Gelombang kedua itu akan terjadi, probability untuk kejadian itu cukup tinggi," kata dia dalam diskusi virtual di Jakarta, Rabu (10/5/2020).

Jika berkaca pada yang sudah terjadi di masa lampau, tidak pernah pandemi bisa langsung berhenti. Seperti halnya terjadi pada pandemi flu atau spanish flu yang terjadi pada saat 1918 hingga 1920.

"Kita akui, kita mesti hati-hati, karena dengan adanya kemungkinan gelombang kedua, apakah kemudian makin buka tutup seenaknya, itu juga tidak bisa karena sektor ekonomi tidak bisa main tutup buka aja," kata dia.

Pemerintah pun terus memutar otak agar penyebaran virus Corona Covid-19 tidak sampai terjadi di gelombang kedua. Beberapa sektor usaha yang akan siap untuk dibuka wajib mengendepankan protokol kesehatan.

"Jadi antisipasi gelombang kedua pasti ada. Makanya persiapan yang paling penting dari kita itu adalah protokol kesehatan itu penting sekali. Jadi setiap sektor usaha, sebelum mereka dibuka, sebelum consider dibuka itu mereka harus menyiapkan protokolnya," ungkapnya.

"Gelombang kedua pasti akan terjadi, tapi sekarang apa kemudian kembali nutup atau memperkuat protokol dan memperkuat fasilitas kesehatan, dan memperbanyak testing itu supaya ekonomi bisa tetap jalan at the same time," sambung dia.