Liputan6.com, Jakarta - Defisit BPJS Kesehatan di 2020 diproyeksikan akan menyusut Rp 185 miliar. Hal ini karena iuran BPJS Kesehatan mengalami kenaikan pada bulan Juli mendatang, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 64 tahun 2020.
"Pada akhir tahun diproyeksikan kurang lebih (jika) situasi semakin lebih baik walaupun masih defisit Rp 185 miliar," kata Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR-RI di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (11/6/2020).
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan juga diproyeksikan akan surplus Rp 3,791 triliun jika kenaikannya sesuai dengan Perpres Nomor 75 tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Namun hal ini tidak akan terjadi karena aturannya telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA).
Advertisement
"Kalau tadi digambarkan sebelum putusan MA proyeksi surplus Rp 3,791 triliun," ungkap Fachmi.
Pada akhirnya iuran BPJS Kesehatan mengalami penyesuaian dengan Perpres Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Berdasarkan acuan iuran tersebut Fachmi menyebut BPJS Kesehatan akan kembali mengalami defisit mencapai Rp 3 triliun.
Dengan lahirnya Perpres Nomor 64 tahun 2020, defisit BPJS Kesehatan akan menurun Rp 185 miliar.
Reporter:Â Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Saksikan video pilihan berikut ini:
Jokowi Tindaklanjuti Rekomendasi KPK tentang BPJS Kesehatan
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut, Presiden Joko Widodo alias Jokowi menerima rekomendasi yang diberikan lembaga antirasuah tentang defisit BPJS Kesehatan. KPK mengirimkan surat rekomendasi kepada Jokowi terkait BPJS Kesehatan pada 30 Maret 2020 lalu.
Plt Juru Bicara KPK bidang Pencegahan, Ipi Maryati Kuding mengatakan, Jokowi telah merespons dan meminta Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Menteri Kesehatan (Menkes), dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk menindaklanjuti rekomendasi tersebut.
"KPK telah menerima tembusan surat dari Presiden melalui Setneg yang ditujukan kepada 3 kementerian. Dalam surat tersebut Setneg meminta ketiga kementerian itu menindaklanjuti rekomendasi KPK terkait defisit BPJS Kesehatan sesuai kewenangan masing-masing," ujar Ipi dalam keterangannya, Senin (8/6/2020).
Ipi menyatakan, KPK menghargai keputusan Jokowi yang meminta Kemenko PMK, Kemendagri, dan Kemenkes untuk menindaklanjuti rekomendasi tersebut.
"KPK hargai hal tersebut dan segera akan agendakan pertemuan dengan segenap pihak terkait agar bisa membahas langkah selanjutnya," kata Ipi.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron meminta Jokowi meninjau ulang keputusan menaikan iuaran BPJS Kesehatan.
Ghufron menyebut, berdasarkan kajian tata kelola Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan yang dilakukan lembaga antirasuah pada 2019, akar masalah yang ditemukan terkait tata kelola yang cenderung inefisien dan tidak tepat yang mengakibatkan defisit BPJS Kesehatan.
"Sehingga kami berpendapat bahwa solusi menaikkan iuran BPJS sebelum ada perbaikan sebagaimana rekomendasi kami, tidak menjawab permasalahan mendasar dalam pengelolaan dana jaminan sosial kesehatan," ujar Ghufron dalam keterangannya, Jumat (15/5/2020).
Menurut Ghufron, naiknya iuran BPJS Kesehatan dipastikan akan memupus tercapainya tujuan jaminan sosial sebagaimana UU Nomor 40 Tahun 2004 bahwa jaminan sosial adalah bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
"Dengan menaikkan iuran di kala kemampuan ekonomi rakyat menurun, dipastikan akan menurunkan tingkat kepersertaan seluruh rakyat dalam BPJS," kata Ghufron.
Â
Advertisement