Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebut ada sekitar 14 juta kWh meter listrik, atau biasa disebut meteran listrik, yang telah memasuki masa kedaluwarsa. Kondisi tersebut membuat perhitungan pemakaian daya menjadi tidak presisi di tengah pembengkakan harga tagihan listrik.
Direktur Metrologi Kementerian Perdagangan Rusli Amin mengatakan, pihaknya telah melayangkan surat kepada Kementerian BUMN terkait kasus ini.
"Sebetulnya kami sudah membuat surat dari Menteri Perdagangan kepada Menteri BUMN terkait masalah jumlah kWh meter ini. Kami melihat jumlah meteran listrik yang sudah habis masa teranya itu kira-kira sekitar 14 juta, cukup banyak," ungkapnya dalam sesi teleconference, Senin (15/6/2020).
Advertisement
"Dan ini menurut saya cukup tidak memberi kepastian dari sisi pelanggan apakah alat ukur mereka ini masih layak dipakai atau tidak," dia menekankan.
Rusli melanjutkan, jumlah meteran listrik yang terpasang terus naik setiap tahunnya. Dari sekian jumlah meter yang terpasang, ada beberapa yang belum ditera ulang, dan secara akumulasi terus menumpuk tiap tahunnya.
"Kalau ditanya apakah saat ini tagihan dari pelanggan naik karena kWh meternya, saya bisa bilang iya atau tidak. Karena kalau dari sisi metrologi, itu bisa merugikan konsumen bisa juga merugikan si PLN sebagai penyuplai alat ukur," jelasnya.
"Tapi yang jelas, meter kWh ini, meter yang ada di rumah-rumah ini dijadikan sebagai alat ukur transaksi, dasar pembayaran bagi para konsumen. Artinya dari sisi metrologi bisa plus atau minus," tambahnya.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Cek Pemakaian
Oleh karenanya, Rusli mengajak para konsumen rutin mengecek pemakaian listrik pada kWh meternya, untuk memastikan apakah tagihan yang dikenakan sudah sesuai atau belum.
"Mudah-mudahan ini bagi konsumen dan masyarakat jadi aware. Coba kalau bapak ibu sekalian dengan tagihan listrik seperti itu ada lonjakan, cek dulu kWh meternya. Masa teranya masih berlaku enggak," imbuh dia.
Â
Â
Advertisement