Sukses

Resesi dan Krisis, Mana yang Lebih Berbahaya?

Resesi dapat didefinisikan secara umum adalah pertumbuhan ekonomi yang negatif selama 2 triwulan berturut-turut.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap akan bisa tumbuh positif pada 2020 ini. Sedangkan banyak negara lain yang hampir dipastikan mengalami resesi karena kinerja kuartal pertama (Q1) saja sudah negatif, seperti Tiongkok dengan pertumbuhan ekonomi -6,8 persen atau negara-negara Uni Eropa dengan -2,6 persen.

Menanggapi hal itu, ekonom sekaligus Direktur Riset Core Indonesia Piter Abdullah, mengatakan resesi itu definisinya secara umum adalah pertumbuhan ekonomi yang negatif selama 2 triwulan berturut-turut.

“Sebetulnya resesi ini adalah sesuatu yang tidak terlalu berbahaya, karena banyak negara yang mengalami resesi, apalagi di tengah wabah covid-19 ini sudah banyak negara menyatakan secara resmi mengalami resesi,” kata Piter kepada Liputan6.com, Rabu (24/6/2020).

 

Menurutnya resesi itu merupakan siklus bisnis dan sesuatu yang wajar terjadi, yang berbahaya itu bukan resesi tapi krisis, depresi  ekonomi.

Apabila suatu negara mengalami krisis sampai terdepresi maka itu yang terjadi bukan sekedar siklus bisnis atau resesi, melainkan kondisinya sudah lebih buruk dari itu.

“ Kalau resesi itukan perlambatan ekonominya menurun tapi masih sehat, krisis itu menurun sangat dalam dan sudah tidak sehat, sudah sakit. Nah, dunia usahanya sudah collapse sudah terjadi krisis,” ujarnya.

Ia pun merujuk pada krisis yang terjadi tahun 1998, pada saat itu pertumbuhan ekonominya sudah sangat dalam, dan perusahaannya banyak yang bangkrut,  karena perusahaannya bangkrut maka merambat ke sektor keuangan, non-performing loan (NPL)-nya naik sehingga perbankannya ikut bangkrut.

“Nah itu yang kita alami di tahun 1997 dan 1998 itu yang lebih berbahaya,” katanya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Perlambatan Ekonomi

Demikian, menurut Piter kalau sekedar perlambatan ekonomi turun menjadi negatif seperti sekarang, misalnya kita yakini perkirakan triwulan 2 ini akan minus cukup dalam, Pemerintah saja sudah memperkirakan minus 3,8  persen, bisa lebih besar dari itu.

“Kemudian triwulan 3 diperkirakan masih negatif tapi lebih kecil negatifnya sampai minus 1 persen. Ini kan udah resesi udah 2 triwulan berturut-turut namanya resesi,” ujarnya.

Sehingga, ia mengatakan tidak apa-apa kita mengalami resesi, karena dunia usaha masih bisa bertahan, dan NPL dari dunia usaha terhadap sektor perbankan juga masih sehat, yakni dibawah 5 persen.

“Ya gak apa-apa karena kondisi ini memang kondisi yang umum dialami oleh semua negara di dunia yang paling penting adalah kita bisa dengan cepat recovery, sehingga tidak mengalami krisis dunia usaha kita tidak merambat ke sektor keuangan dan kita siap untuk recovery,” pungkasnya.