Sukses

Benarkah Indonesia Masuk Jurang Resesi? Simak Penjelasannya

Indonesia bersiap mengalami resesi jika pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal III 2020 tetap negatif.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa Indonesia bersiap mengalami resesi jika pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal III 2020 tetap negatif.

Secara skenario, Sri Mulyani mengatakan, pemerintah sebenarnya memproyeksikan ekonomi Indonesia dapat tumbuh positif pada kuartal III. Namun pada saat yang sama, ia juga memperkirakan kemungkinan terburuk perekonomian negara anjlok hingga -1,6 persen pada periode tersebut.

Lantas, apa sebenarnya pengertian resesi? Apakah resesi itu bagaikan momok yang meyeramkan? Untuk mengetahui hal tersebut, berikut hal-hal terkait resesi  yang sudah dirangkum oleh Liputan6.com, Kamis (25/6/2020).

1. Definisi Resesi

Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menerangkan, tolak ukur utama sebuah negara bisa dikatakan sedang mengalami masa resesi yakni ketika tingkat pertumbuhan ekonomi negatif untuk dua kuartal berturut-turut atau lebih.

"Resesi itu pertumbuhan negatif selama dua kuartal berturut. Tidak ada (indikator lain)," kata kepada Liputan6.com, Rabu (24/6/2020).

Senada, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari menjelaskan, definisi technical recession terjadi ketika suatu negara mengalaminya selama dua kuartal atau lebih.

Dalam hal ini, Indonesia akan masuk resesi jika laju perekonomian pada kuartal III 2020 negatif, menyusul pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2020 yang diperkirakan minus 3,8 persen.

"Resesi dipahami secara umum sebagai suatu perlambatan ekonomi dalam kurun waktu sementara seperti yang diproyeksikan terjadi di 2020 ini mulai dari kuartal I 2020," jelas dia.

Selain itu, menurut ekonom sekaligus Direktur Riset Core Indonesia Piter Abdullah, mengatakan resesi itu definisinya secara umum adalah pertumbuhan ekonomi yang negatif selama 2 triwulan berturut-turut.

“Sebetulnya resesi ini adalah sesuatu yang tidak terlalu berbahaya, karena banyak negara yang mengalami resesi, apalagi di tengah wabah covid-19 ini sudah banyak negara menyatakan secara resmi mengalami resesi,” kata Piter kepada Liputan6.com, Rabu (24/6/2020).

Lebih lanjut Piter menambahkan, resesi itu merupakan siklus bisnis dan sesuatu yang wajar terjadi, yang berbahaya itu bukan resesi tapi krisis, depresi  ekonomi.

Apabila suatu negara mengalami krisis sampai terdepresi maka itu yang terjadi bukan sekedar siklus bisnis atau resesi, melainkan kondisinya sudah lebih buruk dari itu.

“ Kalau resesi itukan perlambatan ekonominya menurun tapi masih sehat, krisis itu menurun sangat dalam dan sudah tidak sehat, sudah sakit. Nah, dunia usahanya sudah collapse sudah terjadi krisis,” ujarnya.

Ia pun merujuk pada krisis yang terjadi tahun 1998, pada saat itu pertumbuhan ekonominya sudah sangat dalam, dan perusahaannya banyak yang bangkrut,  karena perusahaannya bangkrut maka merambat ke sektor keuangan, non-performing loan (NPL)-nya naik sehingga perbankannya ikut bangkrut.

“Nah itu yang kita alami di tahun 1997 dan 1998 itu yang lebih berbahaya,” katanya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 5 halaman

2. Hampir Semua Negara Masuk Jurang Resesi

Ekonom sekaligus Direktur Riset Core Indonesia Piter Abdullah, mengatakan apabila resesi itu merupakan siklus ekonomi biasa. Apabila suatu negara mengalami resesi, maka bisa dikatakan hal yang wajar dan umum. Di tengah pandemi covid-19 ini banyak negara yang sudah mengumumkan resesi, seperti China, Amerika Serikat, Singapura dan lainnya.

Jika dilihat, sekarang sudah hampir semua negara masuk resesi. Saat ini bukan waktu yang tepat untuk menyebut negara mana yang paling terkena resesi, melainkan yang paling penting saat ini yaitu melihat negara mana dan siapa yang tidak mengalami resesi dampak covid-19.

“Resesi itu kayak orang sakit flu, susah kita berbicaranya, maksudnya sudah sering yang mengalami resesi. Perhatian orang itu seharusnya pada krisis karena resesi itu merupakan siklus bisnis. Sekarang kita perkirakan Indonesia sudah mengalami resesi di depan mata,” katanya.

Meskipun Piter menyebut Indonesia tidak sering mengalami resesi, tapi untuk saat ini seluruh dunia mengalami resesi termasuk Indonesia. Resesi itu sudah sering terjadi, utamanya di negara-negara yang sudah mapan dan sudah stabil perekonomiannya, seperti Jepang.

“Kalau yang sudah mapan dan stabil itu tumbuh 1-2 persen biasa, terus turun biasa, tumbuhnya negatif biasa satu triwulan, lalu dua triwulan naik lagi,” ujar Piter.

3 dari 5 halaman

3. Indonesia Diprediksi Alami Resesi

Ekonom sekaligus Direktur Riset Core Indonesia Piter Abdullah Indonesia , memprediksikan Indonesia akan masuk jurang resesi jika dalam dua kuartal ini akan mengalami ekonomi tumbuh negatif.

Ia pun mencontohkan, jika di kuartal II ini ekonomi Indonesia tumbuh negatif dan kemudian kuartal ketiga dan keempatnya berbalik naik, maka di 2021 bisa dikategorikan masuk ke tahap recovery.

Piter melihat hingga saat ini dunia usaha di Indonesia masih bisa dikatakan bertahan. Karena definisinya resesi itu hanya dua kuartal berturut-turut mengalami penurunan ekonomi, berbeda dengan krisis yang pertumbuhan ekonominya turun sangat dalam.

“Kalau krisis dia tidak berbicara pertumbuhan ekonomi turun tapi terjadi permasalahan di dalam perekonomian, perusahaan-perusahaan colleps, NPL-nya naik melonjak tinggi terjadi kredit macet dan menyebabkan terjadi ketidakstabilan keuangan,” kata Piter kepada Liputan6.com, Rabu (24/6/2020).

Demikian, menurut Piter kalau sekedar perlambatan ekonomi turun menjadi negatif seperti sekarang, misalnya kita yakini perkirakan triwulan 2 ini akan minus cukup dalam, Pemerintah saja sudah memperkirakan minus 3,8  persen, bisa lebih besar dari itu.

“Kemudian triwulan 3 diperkirakan masih negatif tapi lebih kecil negatifnya sampai minus 1 persen. Ini kan udah resesi udah 2 triwulan berturut-turut namanya resesi,” ujarnya.

Sehingga, ia mengatakan tidak apa-apa kita mengalami resesi, karena dunia usaha masih bisa bertahan, dan NPL dari dunia usaha terhadap sektor perbankan juga masih sehat, yakni dibawah 5 persen.

“Ya gak apa-apa karena kondisi ini memang kondisi yang umum dialami oleh semua negara di dunia yang paling penting adalah kita bisa dengan cepat recovery, sehingga tidak mengalami krisis dunia usaha kita tidak merambat ke sektor keuangan dan kita siap untuk recovery,” pungkasnya.  

4 dari 5 halaman

4. Jika Resesi, Ekonomi Indonesia Masih Lebih Baik Dibanding Malaysia

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari mengatakan, penurunan yang dialami Indonesia masih lebih baik dibanding negara lain, yang perekonomiannya juga terpuruk akibat pandemi virus corona (Covid-19).

"Seluruh negara mengalami hal yang sama, tidak unik ke Indonesia. Bahkan untuk Indonesia diproyeksikan lebih moderat dari negara lain," kata Puspa kepada Liputan6.com, Rabu (24/6/2020).

Adapun berdasarkan survei Bloomberg Economic Growth Forecast pada Juni 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 akan terkontraksi dalam hingga minus 3,1 persen. Namun, perolehan tersebut masih lebih baik ketimbang negara lainnya.

Sebagai contoh, negara tetangga Singapura diprediksi perekonomiannya akan turun -6,8 persen, lalu Malaysia yang terjerembab lebih dalam hingga minus 12,4 persen.

Hal serupa turut terjadi pada negara besar dunia. Semisal Amerika Serikat, yang pertumbuhan ekonominya diproyeksikan turun hingga -9,7 persen. Kemudian Jerman -11,2 persen, Inggris -15,4 persen, hingga yang terparah Perancis pada level -17,2 persen.

5 dari 5 halaman

5. Berkat Konsumsi Domestik, Indonesia dan China Terhindar dari Resesi

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, banyak negara di dunia memasuki zona resesi akibat tak mampu menghadapi pandemi Virus Corona. Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi Indonesia, India dan China.

"Dari pertumbuhan ekonomi global kita melihat di antara berbagai negara seluruhnya masuk negatif. Hanya beberapa positif. Berdasarkan outlook IMF, Indonesia, China dan India masih positif," ujar Airlangga melalui diskusi online, Jakarta, pada Selasa 16 Juni 2020.

Airlangga mengatakan, ketiga negara ini memiliki pasar domestik yang besar. Sehingga untuk menjaga ekonomi dalam negeri, tidak melulu mengandalkan ekspor yang mudah terpengaruh kondisi global.

"Alasannya karena masing-masing punya daya tahan karena ekonomi tidak tergantung market dunia. Karena masih tergantung domestik market sehingga domestik market menjadi bantalan perekonomian," jelasnya.

Dia menambahkan, negara-negara yang bergantung ekspor mudah goyah sehingga saat ini masuk ke zona merah atau resesi karena permintaan dunia menurun drastis. Untuk Indonesia sendiri, diprediksi masih akan tumbuh positif akibat konsumsi dalam negeri.

"Mereka yang tergantung ekspor itu masuk zona merah. Kalau zona merah negara tersebut masuk resesi. Ke depan dan beberapa prediksi, tahun depan Indonesia masih positif dengan demikian optimisme bisa terbangun," tandasnya.

6. Pemulihan Ekonomi Nasional Jadi Opsi pencegahan Indonesia Resesi

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari menjelaskan, dalam menghadapi situasi seperti ini program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) menjadi penting untuk digiatkan agar pertumbuhan ekonomi nasional bisa bangkit pada kuartal akhir 2020, atau setidak-tidaknya di tahun depan.

"Yang perlu menjadi highlight adalah bagaimana pelaksanaan PEN dapat berjalan efektif agar resesi amplitude-nya pendek dan speed pemulihannya lebih cepat. Itu effort yang sekarang sedang diupayakan pemerintah secara kolaboratif," pungkasnya.