Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama Perum (Bulog) Budi Waseso mengatakan, keputusan impor oleh Bulog merupakan penugasan dari negara. Penugasan tersebut harus melalui prosedur yang ada di berbagai kementerian terkait.
Prosedur inilah yang membuat impor yang dilakukan oleh Bulog terlihat lamban sehingga proses stabilisasi harga bahan pangan memerlukan waktu lama.Â
Baca Juga
"Bulog ini sekarang penugasan, jadi kami tidak bisa disamakan dengan swasta. Kalau kami dikasih penugasan, ya semua kami diuadit kami miliki prosedur pengadaan. Beda dengan swasta, swasta begitu penugasan dia bisa impor langsung," ujarnya di DPR, Jakarta, Senin (29/6/2020).
Advertisement
Penugasan Bulog, kata Budi Waseso, bahkan bisa dibatalkan oleh pemerintah meskipun sebelumnya sudah disetujui melalui rapat koordinasi terbatas (rakortas). Kondisi lain juga bisa terjadi seperti pengurangan kuota impor dari besaran yang disetujui di awal.
"Kami kan selalu penugasan melalui keputusan rakortas. Jadi kalau sudah putus seharusnya sudah tidak ada pertanyaan lain. Tapi faktanya bolak-balik ini yang kami juga tidak tahu permasalahun pokoknya apa. Kami ini bukan cari untung. kami ingin percepat dan jumlah yang kami butuhkan," jelasnya.
"Maka seperti Bulog kalau dikasih penugasan ibarat seperti menggarami air laut. Jadi butuhnya 50.000 ton hanya dikasih 10.000 ton. Belum lagi prosedurnya sulit nanti, ibaratnya dapatnya juga sulit ini yang jadi masalah. Ini yang kita perlu samakan persepsinya peran Bulog itu apasih. Harus ada pemahaman," tandasnya.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kalah dari Swasta
Sebelumnya, Anggota Komisi VI DPR Mufti Anam mempertanyakan alasan Perum Bulog selalu lambat dalam melakukan beberapa impor komoditas terutama gula yang mengalami kenaikan harga cukup tinggi beberapa waktu lalu. Swasta dinilai lebih cepat tanggap terhadap pasar dibanding Bulog.
"Bapak kan dapat (penugasannya) lebih cepat dari swasta. Ini penugasan negara tapi kenapa bapak lebih lambat? kok dapat izinnya lebih lambat dari swasta kenapa Pak? Apa jangan-jangan karena swasta lebih menguntungkan atau bagaimana," ujarnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Advertisement