Sukses

Pengusaha Minta Kaji Ulang Sanksi Larangan Kantong Plastik buat

Sanksi akan diberikan bila ditemukan ada tenant yang masih memakai kantong plastik sekali pakai/tas kresek.

Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) meminta pemerintah mengkaji ulang sanksi yang diberikan kepada pengelola pusat perbelanjaan, terkait penggunaan kantong plastik.

Ketua APPBI DKI Jakarta, Ellen Hidayat, beralasan jika pusat belanja berstatus menyewakan tempat, bukan sebagai pelaku usaha dan tidak bersinggungan langsung dengan pemakaian tas kresek. Namun sanksi diberikan juga kepada pengelola pusat belanja.

Sanksi akan diberikan bila ditemukan ada tenant yang masih memakai kantong plastik sekali pakai/tas kresek.

Sanksi penggunaan kantong plastik diberikan kepada pengelola pusat belanja secara bertingkat, mulai dari, teguran tertulis, membayar uang paksa sebesar Rp 5 juta sampai dengan Rp 25 juta, pembekuan izin usaha, hingga pencabutan izin usaha.

"Padahal pengelola seharusnya dijadikan mitra kerja bersama Dinas lingkungan hidup untuk membantu mengawasi para tenant," ujarnya kepada Liputan6.com, Rabu (1/7/2020).

Ellen menilai, sanksi pencabutan izin di saat daya beli masyarakat sedang lesu menjadi tidak tepat. Karyawan juga membutuhkan lapangan pekerjaan, dan para pelaku usaha baik pengelola pusat belanja dan juga tenant sedang berjuang bersama dengan penuh resiko untuk memulai kembali pembukaan pusat belanja.

Terlebih, meskipun sudah dibuka selama 2 pekan, jumlah pengunjung masih landai. Hal ini juga karena memang ada pembatasan jumlah pengunjung maksimal 50 persen.

"Untuk itu kami selaku pengelola tetap akan membantu Dinas Lingkungan Hidup untuk mengingatkan para tenant dan konsumen, namun masalah sanksi perlu ditinjau kembali dan tidak disasarkan kepada pusat belanja," tutur dia.

"Memang di pasal 20 Pergub tersebut dicantumkan juga akan adanya insentif fiskal daerah bagi pelaku usaha yang berhasil meniadakan tas kresek atau kantong plastik tersebut, namun belum jelas dan belum terperinci yang dimaksud," imbuhnya.

Saksikan video di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Kantong Plastik Dilarang, Omzet Industri Turun hingga Terpaksa Kurangi Karyawan

Asosiasi Produsen Olefin, Aromatik, dan Plastik (Inaplas) menyatakan bahwa adanya peraturan pelarangan kantong plastik yang berlaku di DKI Jakarta mulai 1 Juli 2020 memberikan dampak negatif.

Direktur Pengembangan Bisnis Inaplas Budi Susanto Sadiman, mengatakan tidak terlalu mengkhawatirkan dampak dari pelarangan penggunaan kantong plastik tersebut, namun yang pasti tentu industri plastik setidaknya terdampak meskipun tidak terlalu besar.

“Biar kan saja, nanti kalau ternyata memang plastik kresek merupakan pilihan yang terbaik ya kembali ke kantong kresek. Industri plastik yang memproduksi kantong kresek ya terkena dampaknya. Mereka akan pindah ke produk plastik lain. Ya mungkin sementara perlu mengurangi karyawan sampai kondisi perubahan cukup baik,” kata Budi kepada Liputan6.com, Rabu (1/7/2020).

Lanjutnya, tahun ini diperkirakan pertumbuhan industri plastik bisa 1-2 persen akan cukup baik, biasanya pertumbuhan sama dengan pertumbuhan ekonomi. Namun, pertumbuhan ekonomi Indonesia menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani mungkin tidak tumbuh.

Kendati begitu, berbeda dengan industri plastik yang saat ini dalam penanganan Covid-19 diperlukan banyak bahan plastik,misal untuk Alat Pelindung Diri (APD), masker, swab stick, dan lain sebagainya maka kondisi industri plastik tidak terlalu buruk.

“Hanya mungkin industri kantong plastik mengalami penurunan. Industri kantong plastik umumnya kelas Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Ia mengatakan bahwa dengan adanya peraturan tersebut ditambah adanya Pandemi Covid-19 omzet produsen kantong plastik sudah merosot minimal 30 persen, karena banyak masyarakat selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di rumah saja.

Demikian Budi mengusulkan kepada Pemprov DKI Jakarta untuk mengadopsi manajemen sampah waste to value (W2V), tidak hanya zero waste saja. Ia pun mengatakan bahwa pihaknya kini sedang menyempurnakan W2V itu.

Manajemen sampah W2V memiliki karakter Circular Economy di mana saat ini 80 juta tenaga kerja di sektor UMKM terancam pengangguran dan tidak berpenghasilan cukup.

Demikian ia menyebut bahwa yang terbaik adalah Kantong plastik belum ada substitusinya. Namun yang menjadi masalah adalah Manajeman sampah dan sikap membuang sampah sembarangan yang perlu diperbaiki.

“Sehingga perlu ada manajemen sampah yang baik dan memiliki kualitas circular economy,” pungkasnya.