Sukses

Perusahaan Asuransi Harus Konsolidasi, Modal Kecil Sebaiknya Dilebur

Industri asuransi bisa meniru sistem perbankan dalam pengelolaan agar tidak terjadi masalah ke depannya.

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Corona Covid-19 seharusnya membuat sektor asuransi berkaca. Pengelolaan bisnis asuransi harus dilakukan dengan benar karena berpegangan kepada kepercayaan masyarakat. 

Koordinator Komisi Advokasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rizal E Halim, menjelaskan bahwa industri bisnis asuransi adalah bisnis yang mengandung risiko.

“Bisnis asuransi kalau kita pahami bisnis ini adalah pure bisnis risiko, jadi apa core business asuransi yaitu risiko, jadi yang menjadi produk asuransi adalah bagaimana pengelolaan risiko,” kata Rizal dalam Konferensi Pers, Jumat (3/7/2020).

Untuk itu bisnis asuransi harus memiliki perhitungan aktuaria, yang berfungsi memperhitungan tingkat risiko yang kemudian dikonversi dalam bentuk premi kepada konsumen. Dalam aturan regulasi yang mengatur sebelumnya hanya asuransi jiwa yang diwajibkan memiliki aktuaria, tapi asuransi kerugian belum memiliki.

“Karena sulitnya kekurangan atau bahkan ketiadaan aktuaria biasanya dipakai ramai-ramai beberapa perusahaan sebenarnya tidak boleh. Kalau perhitungan risiko maka yang ada penetapan premi yang merupakan interpretasi dari tingkat risiko menjadi masalah,” katanya.

Selain itu, kata Rizal industri bisnis asuransi di dalamnya banyak mengandung potensi- potensi tindakan yang merugikan serta penipuan, yang tidak hanya merugikan konsumen tetapi mengganggu perusahan industri asuransi itu sendiri. Bahkan bisa juga menganggu perekonomian nasional. 

“Kemudian diasuransi juga risiko moral hazard cukup besar, sehingga bisnis asuransi ini harus diawasi dengan ketat,” ungkapnya.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Konsolidasi Industri

Ia juga menganggap pembisnis asuransi harus diawasi dan harusnya konsolidasi industri sudah dilakukan 3 tahun yang lalu, sehingga asuransi yang modalnya kecil bisa dilebur. Maka semua perusahaan asuransi punya kecukupan modal yang memadai.

“Karena itu bicara mengenai kredibilitas kepercayaan kapasitas dan sebagainya, bisnis risiko ini lebih menekankan pada seberapa besar masyarakat percaya pada perusahaan asuransi itu,” katanya.

Demikian Rizal mengatakan bahwa industri bisnis asuransi salah satu Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) yang belum ditata dengan baik. Oleh karena itulah bisnis asuransi juga bisa meniru sistem perbankan dalam pengelolaannya agar tidak terjadi masalah-masalah.

“Kalau kita melihat di jasa keuangan yang cukup stabil adalah jasa keuangan perbankan, jasa non-perbankan seperti asuransi belum memiliki sistem seperti perbankan,” pungkasnya.